Lihat ke Halaman Asli

Maimanah 567

STAI AL-ANWAR

Wisata Alam, antara "Maslahah" dan Masalah

Diperbarui: 9 Juli 2024   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: wisata alam Curug Cikuluwung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (DOK. Shutterstock via kompas.com) 

Mendaki gunung merupakan salah satu rekreasi yang akhir-akhir ini sangat popular di kalangan Masyarakat, terutama di kalangan muda mudi. 

Jika dulu aktifitas mendaki gunung identik dilakukan oleh para pencinta alam, sebagai ekspresi atas kecintaanya tehadap alam atau tujuan-tujuan lain, seperti eksplorasi atau pemetaan atas gunung, maka sekarang tujuan wisata/rekreasi lebih menonjol. 

Ditambah lagi munculnya beragam media sosial, seperti youtube, facebook, Instagram, dan sebagainya, menjadikan tren pendakian gunung semakin marak. 

Bahkan terkadang alasan pendakian gunung hanya dilakukan untuk sekedar membuat dokumentasi agar bisa dipamerkan di media social, baik dalam bentuk foto-foto maupun video.

Pada dasarnya sah-sah saja dan tidak ada salahnya membuat foto, vlog, atau lainnya dan menggunggah sebagai konten di media social dengan tujuan edukasi ataupun promosi pariwisata, bahkan bisa menjadi salah satu cara untuk mengimbangi konten-konten negative yang luar biasa banyak. 

Kegiatan dokumentasi dengan tujuan promosi tersebut juga bisa memberikan banyak "maslahah" untuk Masyarakat di sekitar pegunungan. 

Asumsinya, bahwa semakin banyak konten positif terhadap suatu tempat wisata (gunung) maka akan semakin banyak pengunjung, dan tentu saja akan semakin banyak meningkatkan ekonomi warga sekitar.

Namun demikian, tidak bisa dipungkiri bahwa aktifitas wisata gunung yang tidak terkendali juga akan membawa masalah tersendiri, terutama masalah lingkungan. Jika kita baca kanal-kanal berita, maka kita akan mendapati banyak sekali aktifitas pendakian yang meninggalkan jejak sampah yang luar biasa. 

Sedangkan di Gunung Rinjani, misalnya, menurut Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB, Firmansyah, diperkirakan ada potensi 100 ton sampah per tahun dari aktifitas pendakian (Sumber: rri.co.id). 

Bahkan, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) harus mengambil langkah tegas dengan menutup aktivitas wisata di Gunung Bromo pada tanggal 25-26 April 2024 akibat masalah pelestarian lingkungan (Sumber: harianmerahputih.id).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline