Lihat ke Halaman Asli

Maimai Bee

Penulis

Mati Suri (bagian 3)

Diperbarui: 3 November 2022   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Image pexels-t-nguyn

Aku berdiri dan berjalan di samping Finn yang menuntun kuda. Kami berjalan bermil-mil. Telapak kakiku terasa sakit, tapi kutahan. Aku tak ingin menyusahkan Finn yang telah membawaku.Kami tiba di pinggir sungai yang berwarna madu. Finn mengikat kudanya dan memberikan waterskinnya padaku. "Minumlah, kau terlihat lelah."

"Air sungai itu terlihat lezat," ucapku menampik.

Finn menggeleng. "Itu sungai keabadian. Kau tidak boleh meminumnya. Hanya orang yang sudah benar-benar mati boleh meminumnya."

"Bukankah aku sudah mati?" tanyaku berkeras.

"Kau belum melewati tahap penghakiman. Jiwamu masih bisa bersatu dengan ragamu bila hakim menolak kedatanganmu. Lagi pula, namamu tidak ada di daftar penjemputan."

Aku tertunduk. "Apakah kau juga dahulu begitu, Finn?"

Pria itu mengangguk seraya duduk di tunggul. Dibiarkannya kuda itu minum bebas di pinggir sungai.

"Aku dulu keras kepala. Aku tak mengindahkan peringatan itu dan meminum air sungai madu. Rasanya memang lezat. Lalu saat jiwaku ditolak hakim, aku tidak bisa kembali ke tubuhku. Aku terlunta-lunta. Tuan Hakim lalu menawarkanku menjadi penjemput jiwa. Kupikir itu lebih baik dari pada gentayangan tak menentu."

Aku mengangguk. "Terima kasih sudah menjagaku, Finn."

Pria itu tak menyahut dan melepaskan alas kakinya. Ia menunjuk ke arah kakiku. "Kau pakai ini, telapak kakimu sudah penuh luka," ujarnya menyorongkan sandal talinya.

"Tapi--- kau akan memakai apa?" tanyaku tak tega.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline