Nabi kita, Muhammad Saw. yang senantiasa kita rindui dan dirindukan oleh milyaran manusia, baik sebelum dan sesudah kelahirannya hingga wafatnya ini adalah sosok yang senantiasa bersikap terhormat dan berwibawa. Namun, jangan heran, jika beliau sebagai seorang utusan Allah, penutup para nabi, kepala negara, hingga panglima perang juga sering bercanda dengan keluarga dan para sahabatnya.
Mungkin, kharisma beliau yang teramat kuat karena begitu tingginya akhlak dan kedudukan beliau baik di sisi manusia maupun disisi Tuhannya membuat orang kaget ketika beliau bercanda. Inilah yang dialami para sahabat saat melihat dan mendengar langsung guyonan Rosulullah Saw. hingga mereka bertanya keheranan, "Wahai Rasulullah! Engkau bergurau dengan kami?" Rosulullah Saw. pun menjawab, "Aku bergurau, tetapi aku hanya mengatakan hal yang benar saat bergurau." (HR. Tirmidzi)
Guyonan Rosulullah Saw. adalah sebagai bentuk perhatian kepada rakyat dan umatnya. Sebagai sarana untuk menjalin kedekatan emosi, menghangatkan suasana, meluruhkan suasana yang sedang tegang, menggembirakan hati yang bersedih, membesarkan semangat, menumbuhkan rasa percaya diri, hingga mengangkat martabat seseorang. Sebagaimana dalam kisah indah nan menyentuh kalbu dari sahabat Zahir bin haram.
Suatu hari ketika Rosulullah Saw. berada di pasar dan melihat Zahir bin Haram ra. beliau mendekap Zahir dari belakang secara tiba-tiba. Kemudian berseru kepada orang-orang disekelilingnya, "Siapa yang akan membeli budak ini? Siapa yang akan membeli budak ini? Siapa yang akan membeli budak ini?"
Awalnya, Zahir bin Haram terkejut dan berusaha berontak untuk melepaskan diri. Namun, saat ia menyadari yang mendekapnya adalah Rosulullah Saw., ia pasrah dan menikmati kedekatannya dengan manusia paling dicintainya ini seraya berharap keberkahan dari guyonan beliau. Rasa percaya dirinya yang begitu rendah membuatnya berkata kepada Rosulullah Saw. bahwa jika benar ia dijual, tidak akan ada orang yang mau membelinya.
Mendengar perkataannya, Rosulullah Saw. segera memutar tubuh Zahir hingga mereka saling berhadapan dan bersabda, "Tapi di mata Allah, kamu sangat berharga". (HR. Bukhori dan Tirmidzi)
Begitulah guyonan Rosulullah Saw., senantiasa membawa keberkahan dan tak pernah menghina siapapun.
Bergurau adalah pedang bermata dua. Cara kita bergurau sebenarnya mengungkapkan banyak hal tentang diri kita sendiri. Sehingga etika dalam bergurau menjadi hal yang perlu kita perhatikan dengan amat serius. Sebab gurauan seringkali menjurus pada tiga hal. Pertama, menjatuhkan martabat dan mempermalukan orang lain. Kedua, mengangkat kehormatan dan sebagai sumber kegembiraan. Ketiga, mengandung kebohongan hingga menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Maka, nilai sebuah gurauan atau guyonan tergantung pada niat, cara penyampaian, waktu dan tempat, berikut orang yang diajak bergurau.
Berikut sabda Rasulullah Saw. yang bisa kita jadikan pegangan juga saat ingin bercanda atau berguru.
"Aku menjamin rumah di tengah surga untuk orang yang meninggalkan kebohongan meskipun sedang bergurau." (HR. Abu Dawud)
Juga dalam kisah Zaid bin Tsabit. Suatu ketika, Zaid bin Tsabit dilanda kantuk berat sehingga tertidur. Lalu datanglah Umarah bin Hazm mengambil pedangnya. Rosulullah Saw. membangunkan Zaid bin Tsabit seraya berkata, "Hai tukang tidur! Engkau tidur sampai pedangmu hilang." Kemudian Rosulullah Saw. bersabda, "Siapa yang mengetahui tentang pedangnya?" Umarah bin Hazm menjawab, "Aku ya Rosulullah, aku yang mengambilnya." Dia pun mengembalikannya. Sejak saat itu, Rosulullah Saw. melarang seseorang menakut-nakuti mukmin yang lain atau mengambil barangnya dengan maksud main-main atau bercanda. (Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam mustadraknya 3/421)