Lihat ke Halaman Asli

Mahyu Annafi

Guru Ngaji

Melihat Guru Gembul Lebih Jernih

Diperbarui: 31 Januari 2025   23:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sumber: chanel Guru Gembul

Beberapa hari lalu, penulis sempat adu argumen dengan teman-teman di grup literasi, perihal Guru Gembul (singkat GG). Penulis katakan, setiap orang berhak bicara apa saja, tapi ingat harus punya batas, apalagi tema keagamaan. Tapi GG kok terkesan over, seolah yang tahu banyak hal. Teman menyanggah, lah kan dia konten kreator, yang lain bilang, apa tidak boleh kita lebih pintar dari tokoh agama.

Masalahnya bukan dipintar atau tidak pintar, tapi batas. Sepintar-pintarnya kita bicara soal medis, tetap saja harus punya rujukan ke pakarnya. Tak boleh bicara semaunya tanpa menghargai para ahli di bidang itu. 

Kamu mungkin tahulah, siapa itu GG dan bagaimana sepakterjangnya di kancah beberapa tahun ke belakang. Ia menjadi perhatian karena keberaniannya, kecerdasaannya juga hal lain di baliknya. Ia menjadi alternatif bagi yang sebagian kita yang jenuh sama  aktivitas YouTube berisi konten melulu arahnya ke seksual, komedi atau mistis berbau agama.

Apalagi suara GG cukup vokal terkait "tuduhan" kepada kalangan ba'lawi yang menjadikan kuburan keramat menjadi bisnis yang menjanjikan. Terbukti banyak kuburan palsu tanpa jelas sejarahnya. Ia pun beberapa kali mengkritik Bahar bin Smith yang katanya kurang menampilkan akhlak seorang dzuriyah nabi.

Apalagi dengan hadirnya Polemik Nasab yang digemborkan Kiai Imad asal Kresek, Tangerang Banten. Suara GG makin moncer, karena baginya memang taka da yang salah dengan tesis itu. Apalagi ia juga punya hitung-hitungan tersendiri terkait pohon nasab yang "disakralkan" oleh kalangan ba'lawi, bahwa itu, janggal.

Sampai harus mantu Habib Rizieq dibuat gemas, sejak kapan ada ahli nasab tanpa pengetahuan yang cukup soal nasab berbicara sebegitu beraninya. GG tentu saja tidak peduli, ia konten creator dan termasuk bagian masyarakat yang resah dengan kelakuan sebagian Habib yang kurang bertatakrama baik dalam sikap, ucapan dan tindakan.

Katakan selama ini mereka mendapat privilege sebagai trah suci---yang seharusnya "tahu diri" bukan malah "lupa diri". Ini kemudian yang GG kritik, apalagi di media sosial banyak terlihat bagaimana konten ceramahnya banyak menampilkan "hal blunder". Seharusnya sebagai penyambung lidah dakwah harus memberi teladan, terutama akhlak karimah.

Hal itu lebih jelas GG katakan dan sampaikan di Markas Rabitah Alawiyah. Kehadirannya tentu saja patut kita apresiasi, karena ia, tidak hanya vokal di media saja tetapi berani unjuk gigi di markasnya, walau pun dengan bahan yang bisa dikatakan ala kadar. Itu jauh lebih baik daripada Kiai Imad yang tak hadir, yang sering terjadi, dua arus pro-kontra sulit duduk bersama di majlis debat umum

Di sini hal yang perlu kita pelajari ternyata kurang GG jeli menempatkan dirinya sebagai tokoh. Hal itu lebih jelas terlihat saat berdebat dengan Ustaz Nurudin perihal mungkinkah Aqidah Islam bisa di ilmiahkan. Sebagai pembicara utama sepantasnya dengan rentan waktu tersedia punya persiapan lebih, tapi ia berbicara ala kadar tak ubahnya tengah orasi. Akhirnya GG pun dirujak habis-habisan oleh ustaz muda jebolan Al-Azhar itu.

Di chanel pribadinya, menyampaikan alasan kenapa ia "kurang serius" hadir di seminar terbuka tersebut. Dipikirnya, itu hanya bakal diajak ngobrol biasa di podcas, bukan di tempat semi serius. GG pun mengakui kalau harus mengaku Ustaz Nurudin unggul di sana. Di kesempatan lain mengakui di seminar itu cukup tertekan dengan masa yang hadir. Entahlah, seperti apa benarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline