Lihat ke Halaman Asli

Mahyu Annafi

Guru Ngaji

Perginya Penyair Muda Banten

Diperbarui: 31 Desember 2024   00:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Sultan TV

Tiba-tiba pagi saya dibuat gerimis, kawan-kawan di grup WA KMRD 38-39 (Komunitas Menulis Rumah Dunia) menyebar kabar duka. Abdus Salam HS, Presiden di Rumah Dunia dikabarkan pupus, senin, 30 Desember 2024 pukul 02.27 WIB di RSUD Prawinegara Negara di Serang, Banten.

Di usianya yang masih unggul, ia berpulang. Dengan sejuta kisah dan cerita. Azal memang tak kenal keadaan, di mana datang ia ta perlu pamit melaksanakan titahnya. Begipula untuk Kang Salam-- begitu biasa kami memanggilnya-- ialah kepastian. Penyair muda Banten ini memang bukan nama asing di belantika  sastrawan Banten. Ia cukup produktif menelurkan karya. Karyanya cukup banyak menghiasai media masa. Baik elektronik maupun online. Rumah Dunia menjadi saksi perjuanganya.

Saya jadi ingat perjumpaan denganya, tiga tahun lalu. Saat itu saya ikut kelas menulis. Beliau di sesi perkenalan bicara blak-blakan soal aktivitasnya di dunia kepenulisan. Katanya, kalau dalam proses belajar menulis itu jangan dulu pilih genre yang cocok untuk kita.

Bagi pemula baikknya, pelajari apa jenis dan genre kepenulisan sampai di mana nanti menemukan passion kita. Saat kelas jurnalistik, belajar yang baik karena kami dimentor ahli di bidangnya. Begupula ketika belajar esai, puisi pun novel maka pelajari yang baik tahapannya sampai selesai. Jangan pilih dulu, sebab semua nanti bermanfaat selama kita bisa mengelolanya.

Kalau sudah selesai proses belajarnya nanti kita juga punya kecenderungan sendiiri. Kecenderungan itu yang harus kita gali dan latih sampai di mana kita nanti ahli. Misalnya Kang Salam mencontohkan, dirinya dulu begitu, pelajari semuanya, setelah selesai kecenderungannya justeru ke puisi. Lewat puisi suara hatinya merasa teruraikan, bait tiap bait mengungkap seperti apa dirinya dengan segudang pemikirannya.
 

Kita harus belajar tapi juga mau berlath. Ilmu itu bekalnya dan latihan itu penajamnya. Kalau kita ingin jadi penulis syaratnya harus menulis, begipula kalau kita ingin menjadi politisi harus tahu ilmunya saja. Jangan hanya modal popularitas tapi masih bias menyikapi persoalan bangsa.

Setelah itu tiap pekan sekali kami sering bertemu, kadang berdiskusi entah soal politik atau sejarah. Kesan saya waktu itu, orangnya terbuka dan pengetahuannya luas. Demikianlah, ada banyak kesan dan pesan yang belum saya tuliskan di sini. Tapi saya harus cukupkan dulu.

Doa saya, semoga beliau di ampuni khilaf-nya dan di tempatkan di tempat terindah di sisi-Nya. Lahu al-fatihah!

kini matamu yang menyimpan serta cinta

tak lagi mengalir, hanya ada batu-batu luka

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline