Sekarang pukul sebelas empat sembilan. Aku belum juga beranjak untuk melepas lelah malam ini. Mataku masih terjaga. Pikirku meminta untuk menggali ide dan imajinasi. Inginku tetap menatap gelap.
Maafkan aku, atas semua rasa yang buatmu merasa perih. Maaf, atas semua yang tak sengaja aku lakukakan. Aku tak bermaksud menghadirkan kabut di lesung pipit manismu. Aku dengan semua itu, hanya meyanggupi dan menghormati.
"Tapi, tak segitunya sih, cinta," ujarmu penuh sesal, "kamu hargai aku yang ada di hatimu. Aku yang ingin bersamamu. Jangan ada lain wanita di hatimu, selain aku dan ibumu."
Aku jelaskan posisiku, sungguh tidak sedang bermain hati. Kalau ia kini menyapa, tidak lebih hanya menyambung bahasa yang dingin. Tidak lebih.
"Tapi itu, menyakitiku sayang!!!"
Mungkin aku terlalu berbaik hati membuka ruang tapi itu bukan rasa, karena rasaku sudah terlalu dalam menyatu di dasar hatimu. Jiwaku sudah tertanam dalam pesona keelokanmu.
"Aku tahu, aku tahu! Pintaku, balajarlah peka. Peka dengan perasaan wanita yang mungkin belum kamu pahami."
Aku belajar lagi, menyantuni tiap bulir rindu yang kita basuh. Tiap permai yang kita tanam. Aku ingin, menjadi puisi di senyum pagimu. Aku ingin seperti itu, agar kamu tahu, aku tak secerboh itu.
Nanti ada batas di mana aku harus menerima. Kepahitan ini di antara hal yang tak aku inginkan tapi terjadi karena begitu terjadi.
Di jam nol kosong enam, aku ingin ujarkan. Selamat istirahat. Jangan lama-lama mengheningkan jiwa tanpa ucap karena kasihmu butuh penguat jiwa, dan pastinya dirimu. Jangan terlalu lama tenggelam di kabut cemburu!
______________
tak usah kau uajarkan segala luka
ia sudah terjadi
bagaimana aku begitu merindu
kau tersenyum, bermanis kata dengannya
kau panggil ia
orang yang kau anggap tua
seberapa tua ia kalau ia menancapkan
belati
cemburu jadi membakar
lukaku.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Pandeglang, 13 November 2024 00.09