Lihat ke Halaman Asli

Mahyu Annafi

Guru Ngaji

Ketika Harus Pergi

Diperbarui: 15 Oktober 2024   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langkah kaki bapak ke salah satu tujuannya. (dokpri).

Tadi pagi aku ziarah ke makam bapak dengan Emak dan cucunya. Tak jauh juga tak dekat. Terletak di ujung kampung kami. Masuk ke perkomplekan abadi itu jiwaku seperti terbetot. Masuk kepada keheningan. Anganku terbang ke masa di mana jasad bapak di masukkan ke liang lahad.

Aku yang ingin mengazani bapak tak kuasa berbuat apa-apa. Tubuhku lemas, badanku bergetar dan mataku tak henti dibanjiri dari sisa tangis semalam. Rasanya, begitu cepat memisahkan ragaku dengan bapak.

Padahal sebelumnya sempat bercanda, ngobrol juga dan minta doa pula. Ternyata detik-detik menjemput malakul maut di depan mata. Andai aku tahu mungkin tubuh bapak yang tak lama lagi terbujur kaku itu aku peluk sekencang-kencangnya.

Siapa nyana, masa bergerak begitu cepat.

Di kuburan tadi aku melihat kesedihan dan kesunyian. Lihatlah jiwa, di sini kelak kamu akan terkubur. Di mana mimpimu. Di mana anganmu. Di mana hartamu. Di mana segaka egoisme mu. Semua purna oleh keabadian.

Bapak yang dulu begitu dekat badannya, kini hanya pusara. Berkasur tanah, berbantal tanah, di temani melata dan sana-sini tanah saja. Bukan cor atau semen tapi hanya tumpukkan tanah yang diinjak-injak. Ya Allah, bapak!
 
Satu hal yang aku pahami sekarang, aku harus lebih kuat dari sebelumnya. Bagiamana pun menjadi orang yang menjadi tulang punggung tak ringan. Aku harus lebih bersabar dan mengutamakan kepentingan keluarga. Berlatih mengendalikan mimpi, asa dan semua ambisi.

Terlebih dengan tubuh Emak yang tak lagi sebugar dulu. Semua menjadi samar tapi harus aku akui penuh tantangan. Di satu sisi aku ingin mengeluh, di lain sisi aku bersyukur atas segala nikmat Ilahi. Aku pikir semua bukan hal begitu saja terjadi, semua tercatat indah di buku kehidupan ku.

Teringat lagu Bang Haji Rhoma, Kalau sudah tiada sungguh terasa. Bahwa kehadirannya sungguh terasa.  Semoga Allah limpahkan rahmat dan kasihnya di sana, Pak. (**)

Pandeglang, 15 Oktober 2024   17.54

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline