Betapa Berharganya Waktu
Target membaca ku dalam bulan-bulan ini kacau. Target tinggal target saja. Satu buku yang bisa digarap satu minggu, kadang dua buku, sekarang kerepotan sendiri. Satu bulan saja belum tentu beres dibaca.
Satu hari satu tulisan, maksimal 3 tulisan pun tinggal rencana saja. Betapa terasa sempit waktu berputar, dari dulu sebenarnya begitu saja. Aku saja yang merasa lain.
Terus waktu untuk kamu pun terasa sempit. Berkali-kali aku ulang, aku malu kalau kontekan hanya sekedar melihat atau pamit tidur. Kamu memahami, entah benar atau mungkin setengah hati. Semoga saja benar.
Ujungnya pasti bermasalah. Kalau tak salah paham, ya saling diam atau mengulang perdebatan yang sering terjadi. Tiap masalah ingin dianggap selesai tapi nanti-nanti pasti dipersoalkan lagi.
Mungkin itulah efek kesibukan, saat kita tak lagi punya waktu leluasa bermanja. Kemarahan atau ngambek hal biasa, itu lah resiko dari sebuah hubungan. Apalagi yang harus diperdebatkan.
Dalam hidup ini aku terbiasa membuat target-target yang aku usahakan bisa tercapai. Aku tulis dalam buku harian, aku beri tanda mana yang sudah dan mana belum tercapai. Hal itu memacu aku untuk lebih produktif lagi.
Fungsinya untuk apa? Untuk menyelaraskan langkah. Konsisten dalam sikap. Pastinya untuk kepuasaan diri.
Di satu keadaan aku sering menyalahkan diriku, misalnya satu hari tak menulis. Kenapa tak menulis, apa sesibuk itu kegiatan sampai tak ada jeda untuk menulis. Apa itu hanya pembenaran saja untuk membenarkan kemalasan diri dan pikiran lain-lainnya.
Sibuk itu memang hal tabu.