Lihat ke Halaman Asli

Mahyu Annafi

Guru Ngaji

Begini Rasanya Ditinggalkan Bapak

Diperbarui: 16 Juni 2024   16:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari pixabay/Stux.

Ibunya wafat selagi ia lahir. Tak lama ia punya ibu sambung karena bapaknya menikah lagi. Beliaulah yang membesarkan dan menjaganya dari proses merangkak sampai keadaan sekarang, di mana  ia tumbuh menjadi wanita yang cantik lagi mandiri. Sholehah insya allah.

Dengan bapaknya itulah amat dekat. Wajar karena ia bungsu, curahan kasih sayang pun segenap keluarga tercurah padanya. Sedikit banyak berpengaruh pada mentalnya yang lumayan manja.

Ingat sekali saat pertama kali kenal denganya, saya berbicara agak keras--bukan marah atau membentak-- ia ngambek dan saya pun "di interogasi" kakak iparnya. Kenapa membentak dan berkata keras, ya saya jelaskan tak ada sedikitpun mau membentak, cuma ya saya biasa berkata begitu.

Dalam hati saya ingin tertawa tapi takut dosa. Lucu juga sih dan pastinya kaget, siapa pula yang membentak. Ya sudah, ini pengalaman pertama saya dekat dengan remtan usia wanita amat jauh dengan saya. Terlepas ia punya kekurangan, entah kenapa nyaman dibuatnya.

Bapaknya Wafat

Sebaik apa pun ibu sambung tetap saja ia wanita baru di hidupnya. Di saat tertentu ia sering menangis memendam rindu pada ibunya. Ia sering cemburu pada temannya yang punya ibu-ayah sempurna. ia ingin pula dipeluk, dimanja dan mengobrol renyah bersamanya.

Untuk mengobati rasa rindu itu ia sering ziarah ke pusara ibunya. Lama di sana memanjatkan doa dan sisanya menyampaikan curahan hatinya, kadang sampai berjam-jam. Sendiri dan sunyi bersama luapan hatinya. Rindu di jiwa.

Kalau ia curhat ke saya, kadang saya tak terasa ikut menangis. Berat pasti, untung ada bapaknya yang sangat perhatian dan ibu sambung yang sebernarnya amat baik pula. Tak jemu mensihatinya.

Umur siapa yang tahu, di saat ia tertatih bangkit ditambah penyakita asma yang didertanya yang kadang masuk keluar rumah sakit, bapaknya pun sama mudah sekali sakit-sakitan sampai mengantarkan di ajalnya. 

Kaget!

Itu yang saya rasakan. Kabar perginya bapaknya menurut saya pukulan telak untuk mentalnya. Di pikiran saya, bagaimana nanti dengannya. Rapuh dan gampang lelah sedangkan saya keksihnya terpisah jutaan kilometer dari rumahnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline