Lihat ke Halaman Asli

Mahmud Khabiebi

Mahasiswa, suka menulis

Antara Bakat dan Usaha

Diperbarui: 20 Maret 2024   16:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suatu petang selepas salat Asar, Zuhri dan Zaenal duduk di depan masjid. Melepas penat setelah seharian berkuliah.

Zuhri dikenal sebagai pribadi yang bijaksana, tidak jarang pemikirannya out of the box dan menggugah siapapun yang menyimaknya.

"Enak ya anaknya pak ustaz. Dapet bakat pinter ngaji dari bapak dan kakek moyangnya," Zaenal memulai percakapan.

Zuhri tersenyum mendengarnya, seolah tahu mau kemana arah pikiran kawannya itu.

"Enak gimana, Zen?"

"Yaa, itu. Punya keluarga pinternya turun-temurun. Kayaknya tanpa perlu belajar pun udah bakat pinter dari sononya," jelas Zaenal yang terlihat iri.

Sambil meluruskan kaki di antara anak tangga, Zuhri menanggapi, "Bokat-bakat mulu mulutmu. Anaknya pak ustaz udah nyantri selama 14 tahun. Wajar dong kalau dia pinter ngaji."

Kakinya kembali dilipat sesuai anak tangga, "Lagian nih ya, ku kasih tau, yang namanya bakat itu hampir gak ada," sambung Zuhri.

"Ngawur kamu, Ri! Bukannya kamu sendiri yang pernah ngomong kalo Allah itu menciptakan manusia dengan spesialisasi masing-masing dan diturunkan lewat gen dari orang tua?" Zaenal mulai sewot mendengar jawaban Zuhri yang dianggap tidak konsisten dengan pernyataannya di masa lalu.

Zuhri tersenyum menahan tawa melihat kawannya terpancing emosi.

"Lho lho lho. Kamu salah paham berarti," tukasnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline