Hujan sore itu, di teras rumah kududuk di kursi roda sambil memandang langit yang gelap. Kopi kental tanpa gula dan singkong rebus menemani. Lantunan lagu janji dari Bragi dari radio transistor dua band yang kumiliki juga menemaniku melamun. _Rasa sesal datang lagi...bila kau ungkit salahku yang dulu..semua yang kini kulakukan...selalu datangkan ragu dihati._
Lamunanku terhenti ketika di ujung gang terlihat seorang ibu ditangan kanannya membawa karung beras plastik berisi gelas dan botol air mineral. Sementara dilengan kiri mengapit anaknya yang masih kecil berusia 2 tahun. Wajah lelahnya terlihat jelas ketika hujan semakin deras.
Kusapa mereka dan memintanya berteduh. Bajunya basah, badannya sedikit menggigil. Kumasuk ke dalam untuk mengambil handuk dan baju pengganti untuk ia dan anaknya. Tak lupa minuman hangat dan makanan kecil untuk mereka. Dengan lahap mereka menyantapnya, seakan dua hari tak makan.
Kuusap rambut anaknya, ikal seperti rambutku. Kuelus wajah anak itu yang mirip dengan wajahku. " Salsa, Ayah sayang sama kamu. Maafkan Ayah ya nak..." kataku seraya memeluknya erat. Salsa buah hatiku, ia ikut ibunya saat kami bercerai. Berpisah karena ulahku yang tidak memperdulikan saat mengandung salsa, bahkan aku foya-foya pesta miras. Akibat mabuk, mobil yang kukendarai menabrak trotoar dan pohon hingga kedua kakiku cidera dan lumpuh. _Cinta yang kini kurasakan...selalu ingin kuberikan semua kepadamu...apa yang harus kubuat lagi...tuk beri arti tulusnya cintaku kepadamu._
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H