Lihat ke Halaman Asli

Analisa Teori Pembelajaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Akhir-akhir ini teori pembelajaran menjadi semakin marak diperbincangkan. Perubahan teori-teori pembelajaran banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan para pelakon dunia pendidikan. Setiap teori dianalisis kelebihan dan kekurangannya. Hal tersebut bertujuan untuk mencari teori yang dapat menghasilkan hasil belajar terbaik sesuai kebutuhan pada saat itu.

Ada banyak teori pembelajaran yang berkembang dewasa ini, antara lain teori behavioristik, kognitivisme, konstruktivisme, dan humanisme. Mari kita bahas satu per satu teori-teori tersebut!

Stimulus dan respon adalah hal penting dalam teori behavioristik. Teori ini menekankan bahwa belajar merupakan interaksi antara stimulus dan respon. Sifat teori pembelajaran yang dapat berkembang setiap waktu, menyebabkan teori behavioristik berkembang menjadi teori kognitivisme. suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya dalam teori ini disebut pembelajaran. Berbeda dengan teori kognitivisme, ada teori yang berpendapat bahwa belajar adalah membangun pengetahuan dari pengalaman nyata yang dibangunnya sendiri di lapangan. Teori ini disebut teori konstruktivisme.

Diantara banyak macamnya, teori humanisme adalah teori yang sedang nge-“trend” pada saat ini. Teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang diamati dalam dunia keseharian. Teori ini sangat bersifat elektrik. Teori apa pun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” dapat dicapai. Seperti konsep dasar yang sering digunakanArthur Combs dan Donald Snygg, yakni “meaning (makna atau arti). Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak ahli dalam pelajaran matematika atau IPA bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa. Mereka merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline