Lihat ke Halaman Asli

Hilal: Bulan Sabit yang Tampak Pada Awal Bulan

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1342625451741115570

[caption id="attachment_188469" align="alignleft" width="320" caption="hilal, http://komda-fsh.blogspot.com"][/caption] Sudah seminggu belakangan ini aku sering tersipu senang mendengar pertanyaan-pertanyaan dari teman-teman di sekitarku, dan atas petanyaan mereka aku jawab asal saja, kadang jawabannya sengaja benar kadang sengaja salah, kadang terlihat sedikit serius ada juga yang ngawur namun kebanyakan lucu. Ya! begitulah yang terjadi seminggu belakangan ini akan terus terjadi sampai satu bulan ke depan. Asal tahu saja, yang aku tulis ini memang peristiwa yang tiap tahun pasti aku alami. Cerita macam apakah itu? Dan pertanyaan seperti apa sehingga aku melontarkan jawaban asal saja?.

Aku memiliki dua nama panggilan yaitu mahmud dan hilaluddin. Ada yang membuat anda merasa “tertarik” dengan namaku?, anda sudah menentukannya?. Pasti saat ini anda tidak tertarik dengan nama mahmud karena saat ini nama mahmud tidak seterkenal hilal. Jangan salah sangka terkenalnya nama hilal sudah sejak dulu jadi bukan karena nama itu melekat pada diriku.

Hilal, suatu kata dari bahasa arab yang berarti artinya bulan sabit yang tampak pada awal bulan. Dalam istilah, hilal adalah bulan sabit yang tampak saat matahari terbenam yang dilihat dari bumi setelah ijtimak atau konjungsi untuk menandai masuknya bulan baru pada sistem kalender tahun hijriyah. Jadi hilal terlihat bukan hanya di bulan ramadhan, syawal dan dzulhijah tetapi ada disetiap awal bulan pada kalender tahun hijriah.

Berikut sebagian kecil cerita yang bisa aku sampaikan (silahkan anda membayangkan suasana dan waktu kejadiannya ya)

“Hai pak Hilal, nanti tanggal 19 Juli jangan ke mana-mana ya supaya kami tanggal 20 bisa puasa!”. (“Siiiaap, siapkan nasi tumpeng ya, kita santap selepas tarawih”.)

“Hilal, besok siang jangan sembunyi ya, jangan seperti tahun lalu ya… sudah dicari Hilal tidak ditemukan akhirnya terjadi lagi perbedaan awal puasa”. (“Bukan sembunyi Pak, tapi tangga untuk naik ke langit dipinjam tetangga, he he he”)

“Bro Hilal hari kamis siang kita ke Depag ya, kita rapat sama panitia ru’yah”. (“Sampaikan salam ke panitia Aku tidak bisa hadir, bawakan foto close up ku saja yang penting mereka lihat hilal”)

“Hilal!, Jum’at lusa mulai puasa kan?”. (“Doakan saja aku masih hidup besok!”)

“Hilal, tahun ini puasa berapa hari?”. (“Yang pasti tidak tiga puluh satu hari”).

“Kalau tidak bisa muncul tepat waktu info ya, soalnya tahun lalu banyak yang tidak sholat tarawih”. (“Ha ha ha, itu sih karena kalian berjama’ah di Mall!”.)

“Hilal besok muncul atau tidak?”. (“Lupa minum jamu sido muncul!”)

“Kenapa sih Hilal munculnya kadang terlihat kadang tak terlihat?, bikin bingung kami saja!”. (“Biasa sajalah, hilal lagi main petak umpet”)

Demikianlah beberapa kalimat iseng dari teman dan tetangga yang setiap tahun harus aku ladeni dengan senang hati. Aku juga tidak pernah ingin bertanya mengapa mereka melakukannya. Kutanamkan saja dalam hatiku bahwa aku dan teman-teman sekelilingku menikmati keisengan itu, aku menganggap itu adalah silaturrahim yang cair-tidak kaku.

Dalam sebuah perkenalan dengan teman baru, tak jarang aku dengan sengaja menceritakan bahwa namaku sangat mudah diingat yakni ingatlah peristiwa satu atau dua hari sebelum masuk bulan ramadhan atau bulan syawal karena hilal akan ditunggu-tunggu.

Bagi umat muslim, marilah kita menjalankan ibadah puasa. Maklumi saja jika ada perbedaan waktu awal maupun waktu akhir puasa, yang penting berpuasa. Lebih baik energy yang kita gunakan untuk membicarakan perbedaan digunakan untuk "ngaji" sendiri atau dalam majelis. Dirikan amalan wajib, tambah terus amalan sunnah, perbanyak infaq-sedekah jangan lupa tunaikan zakat.

http://edukasi.kompasiana.com/2012/07/20/hilal-tidak-pernah-berbohong/ _______________________________________

Terima kasih kepada Ibu-Bapakku yang telah memberiku nama yang baik ini.

“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah kedua orang tuaku sebagaimana mereka telah memelihara / mendidikku sewaktu aku kecil.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline