Lihat ke Halaman Asli

Mahmud

Pegiat Hukum Tatanegara

Penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022, Tindakan Makar Terhadap Konstitusi

Diperbarui: 4 Januari 2023   11:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada Tahun 2021 yang lalu MK mengeluarkan putusan gugatan yudicial review UU No. 11 Tahun 2020 No.  91/PUU-XVIII/2020 yang dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat.

Pertimbangan MK mengatakan bahwa UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat, karena tidak memenuhi asas kejelasan tujuan dan asas kejelasan rumusan sehingga cacat formil dan bertentangan dengan UU No. 12 tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam Pertimbangannya MK memberikan penangguhan waktu selama dua (2) tahun untuk masa perbaikan berdasarkan pada pedoman dan tata cara pembentukan UU. 

Apabila dalam tenggang waktu selama 2 (dua) tahun tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU No. 11 tahun 2020 maka UU dan pasal-pasal yang sudah di cabut akan dinyatakan berlaku kembali.

"Termaksud tidak dibenarkan pula pemerintah membentuk peraturan pelaksana baru serta tidak dibenarkan pula penyelenggara negara melakukan pengambilan kebijakan strategis yang berdampak luas dengan mendasarkan pada norma UU No. 11 tahun 2020 yang secara format dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat".

Namun belakangan ini Pemerintah menerbitkan Perppu No. 2 tahun 2022 pengganti UU No. 11 Tahun 2020 pada hari Jumat, 30 Desember 2022. Menurut para ahli Perppu tersebut tidak sah secara hukum karena bertentangan dengan putusan MK  yang melarang untuk tidak membuat norma baru dan Peraturan lain yang masi berkaitan dengan UU No. 11 tahun 2020.

Kekuatan Hukum Eksekutorial Putusan MK

Jika dimaknai secara konstitusional bahwa putusan MK tersebut bersifat mengikat dan final, dalam UUD 1945 Pasal 24C  ayat (1) telah ditegaskan bahwa “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama  dan terakhir yang putusan bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar”

Menurut Sri Soemantri Putusan yang bersifat final dan mengikat tidak dapat dianulir oleh lembaga apapun. Secara yuridis kata final dan mengikat itu selalu bersatu yaitu final end banding, jika bersifat final artinya harus bersifat mengikat sehingga sah memiliki kepastian hukum yang jelas.

Lalu dipertegas kan lagi oleh Jimly Asshiddiqie penerapan atau pelaksana Putusan MK yang berlarut-larut tidak semestinya terjadi, begitu di ucapkan putusan MK langsung memiliki kekuatan Hukum yang mengikat dengan para pihak.

Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa kewenangan MK bersifat final dan mengikat declaratoir constitutief artinya putusan MK telah menciptakan atau meniadakan satu keadaan hukum baru atau membentuk hukum baru melalui satu pernyataan, dan telah sah menjadi peraturan perundang-undangan semasih belum ada peraturan baru yang berkaitan dengan hal tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline