setelah intip pertanda-pertanda
somasi. Seperti redaktur koran,
ah, juru foto. Geli mengetahuinya,
meski tak perlu. Lapis di balik lapis.
Lebih dari wafer atau
pembungkus tempe,
bukan begitu, Ma?
Terstimulus bisikkanmu,
ada yang tak berterima,
terbakar seketika,
merayapi lini masa.
Kiranya, Ma,
fanatisme membutakan
lupa jika orang suci
sekalipun tetaplah orang
bermerah darah, berkuning tai
dan butuh vaksin impor
untuk tangkal virus di
sekitar rumahnya.
Usah gelisah, Ma,
atau sejak mula memang tidak
kau rasai sungguh itu karena
sudah tengok bayangan
hari ini sebelumnya?
Lapis di balik lapis, begitu, Ma?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H