Ada yang bergetar
saat kau jabat tanganku
dan ucap terima kasih,
lantas bergegas
bawa barang
masuk dalam
bus malam
Bandung-Solo.
Kita menungguinya bersama. Bus itu.
Seolah hendak bawa kau ke masa depan
yang sama sekali lain dari hari ini.
Bukan berarti khidmat jeda tunggu.
Seperti biasa, kau handal memilin mimpi.
Dan tuturmu, duh, duh,
sungguh menggoda.
"Kota-kota besar di sana itu
menantang lagi mengenyangkan!
Bahkan 'tuk sekadar
anjing-anjing piaraan.
Hidup bakal lebih baik, boy!"
Tawaku berderai.
Kau sesekali tengok arloji.
Mata mendelik bila telinga
tangkap gemuruh kotor
roda-roda besar.
"Harapan, kawan, bisa jadi
penipu terlicik sedunia."
Dan siapakah aku
berkhotbah bagimu
yang lebih dalam
menatap dunia?
atau ada terselip
bintil-bintil kecemburuan
atas beraninya langkahmu?
Semoga bukan.
Semoga bukan.
Semoga bukan.
Lagipula,
benar ada
yang bergetar
kala kau jabat tanganku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H