Lihat ke Halaman Asli

Mahir Martin

TERVERIFIKASI

Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Perpres Investasi Miras Dicabut, Ini Argumennya

Diperbarui: 4 Maret 2021   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi minuman keras China yang dikenal dengan nama baijiu atau alkohol putih.(AFP / LIU JIN via kompas.com)

"Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," tegas Jokowi di kanal Youtube Sekretariat Presiden kemarin.

Hal ini seolah menjadi antiklimaks perdebatan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang berisi aturan investasi minuman keras (miras).

Peraturan terkait miras memang sangat sensitif di masyarakat. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, pemerintah seharusnya lebih jeli menyikapi isu miras yang diharamkan dalam agama Islam. Meskipun Indonesia bukan negara Islam, tetapi kedudukan agama Islam dan organisasi masyarakat Islam sangat berpengaruh di masyarakat.

Miras, Budaya dan Kearifan Lokal

Jika kita perhatikan perpres terkait miras yang dipermasalahkan ini, maka kita akan melihat ada pertautan dimensi budaya dan kearifan lokal di dalamnya. Sejak nenek moyang kita dulu, secara turun temurun masyarakat di negara kita sangat menjunjung tinggi budaya dan kearifan lokal yang ada di daerahnya masing-masing.

Seperti kita ketahui, ada beberapa provinsi di Indonesia yang memiliki populasi warganya mayoritas tidak beragama Islam. Pada daerah tersebut, miras mungkin tidak menjadi komoditi yang tabu untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan. Bahkan mungkin, ada acara adat dan keagamaan yang menggunakannya.

Dilihat dari sisi ini, keluarnya perpres miras ini mungkin bisa dibenarkan. Sesuatu yang tidak bertentangan dengan budaya dan kearifan lokal wajar saja untuk dilakukan. Selama masyarakat lokal tidak menentang, hal ini mungkin bisa dilaksanakan.

Di sisi lain, dimensi budaya dan kearifan lokal berpotensi untuk menjadi polemik di masyarakat. Akan menjadi sesuatu yang sangat sulit untuk menyamakan persepsi masyarakat yang beragam dan memiliki berbagai macam budaya dan kearifan lokal. 

Persoalan ini mirip dengan polemik keluarnya SKB tiga menteri terkait atribut dan seragam sekolah. Terlihat ada kontradiksi pada keduanya. Yang satu mengabaikan budaya dan kearifan lokal, yang lainnya justru menjadikannya sebagai dasar. Uniknya, keduanya menjadi polemik di masyarakat.

Dari sini kita dapat memahami bahwa sesuatu yang terkait budaya dan kearifan lokal memang tidak semestinya dilegalkan dengan mekanisme perundangan formal yang bersifat mengikat dan nasional. Jika mau jujur, budaya dan kearifan lokal akan berjalan dengan sendirinya di kehidupan masyarakat. Kekuatan dalam masyarakat sendiri sudah cukup untuk mengatur dan mengontrolnya, tanpa perlu lagi diundangkan.

Miras dan Agama

Menurut yang disampaikan presiden, alasan dibatalkannya perpres ini adalah karena adanya masukan dari ulama, organisasi masyarakat, dan tokoh agama baik di daerah maupun di pusat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline