Lihat ke Halaman Asli

Mahir Martin

TERVERIFIKASI

Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Musibah Lidah

Diperbarui: 21 November 2020   14:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Menjaga Lisan (Foto: The Economist) 

"Musibah lidah" itu tema acara bincang santai saya dan teman-teman minggu ini. Bincang santai adalah acara ngobrol rutin yang kami lakukan. Biasanya kami adakan di malam hari sambil melepas lelah setelah bekerja.

 Sekilas saya bingung, apa yang dimaksud dengan tema "musibah lidah". Biasanya tema yang sering diperbincangkan pada acara-acara diskusi itu "menjaga lisan." Tema "Musibah lidah" terasa kaku di lidah.

Mendengar tema ini saya teringat sebuah ungkapan, "Mulutmu harimaumu." Karena harimau hewan buas, mungkin saja bisa membawa bencana, musibah. Mungkin itu yang dimaksud musibah pada tema diskusi ini. Musibah yang disebabkan oleh lidah yang tak dapat dijaga.

Terlepas dari tanda tanya mengenai tema diskusi, saya mencatat beberapa poin ketika mendengarkan diskusi dan obrolan kami. Ketika saya renungi, memang poin-poin yang dibahas berkisar tentang permasalahan menjaga lisan.

Poin pertama, dalam diskusi dikatakan, "Banyak berbicara merupakan penyakit yang bersumber dari ketidakseimbangan ruh dan akal." Dari poin ini sangat jelas dikatakan bahwa banyak bicara itu tidak baik, diibaratkan sebagai penyakit.

Banyak bicara disini maksudnya adalah banyak bicara yang berlebihan, banyak bicara yang tak jelas juntrungannya. Bicara dengan tidak memiliki isi dan makna yang jelas dan berbobot. Bicara yang hanya mengedepankan banyaknya saja. 

Semakin banyak bicara, semakin banyak kesalahan.Banyak bicara bukan berarti bertambah jelas maksud dari apa yang dibicarakan. Terkadang banyak bicara justru semakin sesuatu tidak jelas.

Orang yang pintar cenderung tidak banyak bicara, lebih banyak memberi kesempatan kepada orang lain yang dianggapnya lebih memiliki kapasitas untuk bicara. Tujuannya, supaya dia bisa juga belajar dari orang tersebut. Karena inilah dia menjadi pintar, lebih banyak belajar daripada bicara.

Sungguh merugi, jika kita memiliki seorang ahli akan sebuah bidang ditengah-tengah kita tetapi tidak diberikan kesempatan berbicara, karena kita terlalu banyak bicara. Dan juga, memaksakan diri berbicara didepan seorang yang ahli juga menjadi sebuah kekonyolan yang justru akan merugikan diri sendiri, bahkan bisa merugikan juga orang lain.

Poin kedua, "Sedikit berbicara dan banyak mendengar merupakan tanda-tanda keutamaan dan kesempurnaan." Kata mendengar disini menjadi kuncinya, jika ingin benar-benar memahami poin ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline