Kemarin sore (31/10/2020) akhirnya Pak Jokowi buka suara mengenai perkembangan dunia tentang aksi pernyataan Presiden Prancis yang bernada menghina Islam.
Pernyataan kontroversial Presiden Prancis tersebutlah yang menyebabkan terjadinya dua aksi terorisme di Paris dan Nice. Pemerintah Prancis menghubungkan kedua aksi tersebut dengan aksi "ekstremis Islam" yang memprotes keras di cetak ulangnya karikatur kontroversial Nabi Muhammad SAW oleh majalah Charlie Hebdo.
Menyoal Sikap Indonesia
Tak pelak, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia mempunyai konsiderasi tentang permasalahan ini. Sikap Indonesia sangat penting mengenai hal yang sedang hangat dibicarakan dunia ini.
Kemarin sore, saat yang ditunggu pun datang. Pak Jokowi melakukan siaran pers berkenaan dengan hal ini. Ada 3 poin penting yang disampaikan pak Jokowi pada kesempatan ini.
Pertama, Indonesia mengecam keras terjadinya kekerasan di Paris dan Nice. Kedua, Indonesia mengecam keras pernyataan Presiden Prancis yang menghina agama Islam. Ketiga, Indonesia mengajak dunia untuk mengedepankan persatuan dan toleransi antar umat beragama untuk membangun dunia yang lebih baik.
Menurut saya, pernyataan Presiden Jokowi ini patut kita apresiasi. Setidaknya pernyataan Presiden Jokowi ini lebih santun dan penuh dengan kedamaian. Pernyataan yang tidak memprovokasi.
Coba kita bandingkan dengan pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang menurut saya lebih memprovokasi, bahkan sempat menyinggung, jika tak bisa dikatakan menghina, Pribadi Presiden Prancis Macron.
Jika dilihat dari perspektif kepribadian. Presiden Jokowi lebih bersifat peaceful phlegmatic yang cenderung menonton, membaca, relaks, menyesuaikan, fleksibel, dan mementingkan sikap damai. Sikap seperti ini dikontrol oleh penangguhan dan tidak terburu-buru dalam menyikapi sesuatu.
Sedangkan Presiden Erdogan lebih bersifat powerful choleric yang cenderung melakukan, mengedepankan kekuatan, memprovokasi, dan berorientasi pada tujuan. Sikap seperti ini biasanya di kontrol oleh rasa takut, kemarahan dan ancaman.
Ini menunjukkan bahwa posisi Presiden Erdogan sebenarnya merasa takut dan terancam dari eskalasi politik di negaranya, baik yang disebabkan dari dalam maupun dari luar Turki itu sendiri.