Lihat ke Halaman Asli

Mahir Martin

TERVERIFIKASI

Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Mana yang Seharusnya Lebih Difokuskan?

Diperbarui: 21 Oktober 2020   09:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Otak Manusia(SHUTTERSTOCK/Okrasiuk via kompas.com)

Seorang kawan guru pernah berkata, "Selama satu semester, saya tidak mengajarkan siswa materi pelajaran, saya hanya mengajarkan mereka bagaimana duduk yang baik ketika belajar di kelas."

Mungkin perkataan kawanku itu terkesan hiperbola, tetapi ada makna yang dalam dari perkataannya itu.

Orang bertanya-tanya, bagaimana mungkin dalam waktu satu semester tidak mengajarkan materi pelajaran? Apa yang dilakukannya di kelas? Apakah mengajarkan siswa duduk yang baik perlu waktu begitu lama? Bagaimana siswa menghadapi ujian nantinya? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang bisa diajukan.

Mengaktifkan Otak Bawah Sadar

Menurut saya, maksud perkataan kawanku itu adalah bahwa dia lebih mementingkan bagaimana mendidik siswa cara belajar dengan baik ketimbang hanya sekedar mengajarkan materi kepada siswa. 

Hal ini jangan diartikan bahwa dia tidak mengajarkan materi sama sekali. Yang benar adalah dia lebih memfokuskan diri dengan membangun pendidikan karakter pada siswa.

Cara duduk siswa ketika belajar di kelas adalah termasuk adab dalam belajar. Adab belajar termasuk pendidikan karakter. Berarti, mengajarkan cara duduk adalah bagian mendidik karakter. Bukankah dalam kurikulum kita, karakter menempati tempat yang penting?

Dilihat dari ilmu komunikasi berbasis Neuro-Linguistic Programme (NLP) - sebuah ilmu yang menggunakan pendekatan penyusunan kata-kata sehingga bisa masuk kedalam jiwa seseorang-, apa yang dilakukan kawanku ini adalah usaha mengaktifkan otak bawah sadar siswa.

NLP membagi otak manusia menjadi dua bagian, otak sadar dan otak bawah sadar. Otak yang memiliki bagian sadar akan berpikir lebih objektif sedangkan otak yang dibawah sadar akan mengatur bagaimana anda berperilaku, berkata, berpikir dan bertindak terhadap respon yang datang. Dari sini dipahami bahwa karakter adalah bagian dari otak bawah sadar seseorang.

Pergumulan antara aspek kognitif, keterampilan dan afektif/karakter memang selalu menjadi dilema bagi seorang guru. Mana yang harus didahulukan, kognitif, keterampilan atau karakter? Kalaupun harus diintegrasikan, bagaimana caranya?

Sebenarnya, kurikulum kita sudah menuntun para guru untuk memasukkan kecakapan abad ke-21 yang meliputi 4C (critical thinking, creativity, collaboration, communication) ke dalam pembelajaran. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline