"Kamu tidak akan pernah bisa mengatakan dengan tepat apa yang membahagiakan hidupmu, tetapi kamu dengan mudah mengatakan apa yang tidak." Itulah yang dikatakan Rolf Dobelli dalam bukunya The Art of the Good Life.
Ya, benar kata Dobelli, kebahagiaan memang sulit didefinisikan. Arti kebahagiaan bisa berbeda dari individu ke individu. Sedangkan ketidakbahagiaan lebih mudah dikenali. Indikasi ketidakbahagiaan lebih terlihat dan lebih mudah dirasakan.
Paham dan Gagal Paham dalam Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, keadaan yang mirip terjadi pada seorang guru. Jika Rolf Dobelli kesulitan mendefinisikan kebahagiaan, seorang guru kesulitan mendefinisikan pemahaman siswa.
Untuk memahami bahwa siswa paham akan materi yang diajarkan diperlukan usaha yang tak mudah. Sebaliknya untuk memahami siswa yang gagal paham cenderung lebih mudah.
Biasanya, setelah guru menyampaikan materi di kelas, guru akan bertanya untuk mengetahui apakah siswa sudah paham atau belum.
Jika siswa mengatakan belum paham, bahagialah sang guru. Itu artinya dia mengetahui bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai. Guru paham bahwa dirinya harus mengulangi lagi penjelasan atau mencari strategi lain untuk menjelaskan.
Namun, ada sebagian guru yang terkadang tidak memahami kondisi ini. Marah ketika ada siswa yang bertanya, marah ketika ada siswa yang tak memahami penjelasan.
Ini terjadi karena guru merasa sudah maksimal menjelaskan atau mungkin guru dikejar oleh tuntutan kurikulum untuk menyelesaikan materi tepat waktu. Hal ini menjadi catatan tersendiri bagi kurikulum yang kita gunakan.
Yang sulit adalah ketika semua siswa diam ketika ditanya apakah paham atau tidak. Dalam kondisi ini, guru sulit memahami apakah siswa sudah benar-benar memahami penjelasan atau belum.
Diam tidak selalu berarti paham, diam bisa juga disebabkan siswa tak memahami apa yang dijelaskan. Sehingga bahkan apa yang perlu ditanyakan pun siswa tak paham.