Tak bisa dipungkiri masa Belajar Dari Rumah (BDR) yang sedang dijalani sebagian besar siswa di Indonesia membuat repot semua stakeholder pendidikan. Pemerintah, sekolah, guru, orang tua dan siswa semua menjadi lebih sibuk.
Pemerintah sibuk membuat kebijakan, sekolah sibuk mengadaptasi kebijakan, guru sibuk menyiapkan pembelajaran, orangtua sibuk mendampingi anak belajar dan sudah pastinya siswa sibuk untuk belajar.
Kesibukan ini mungkin akan sedikit teratasi jika siswa sudah mampu memiliki sense of agency dalam belajar. Student agency adalah sebuah edu-jargon yang sering digunakan oleh para peneliti dan praktisioner bidang pendidikan.
Student Agency
Student agency jika diterjemahkan menjadi kemampuan bertindak siswa. Artinya pembelajaran melalui kegiatan yang bermakna dan relevan bagi siswa, didorong oleh minat mereka, dan seringkali dimulai dari diri sendiri dengan bimbingan yang sesuai dari guru.
Sederhananya, memberi siswa kesempatan bersuara dan memilih cara mereka belajar.
Definisi di atas mengharuskan adanya bimbingan yang sesuai dari guru. Hal ini mengingatkanku akan tulisan Rektor UIN Antasari Banjarmasin, Bapak Prof. Mujiburrahman mengenai sekolah di masa corona.
Beliau menjelaskan, "Teori liberal tentang pembelajaran yang terpusat pada siswa harus diimbangi dengan pandangan tradisional bahwa guru adalah pusat pembelajaran".
Ya, walaupun student agency adalah salah satu komponen pembelajaran aktif yang berpusat pada siswa, guru harus tetap memainkan perannya dengan baik. Pembelajaran aktif jangan dimaknai gurunya menjadi pasif. Pembelajaran aktif memerlukan peran aktif guru membuat siswanya aktif.
Dalam konteks students agency di era BDR, guru harus mampu menyusun silabus pembelajaran dengan jelas dan tepat. Jelas dalam artian mudah dipahami dan diikuti siswa. Tepat dalam artian sesuai dengan kebutuhan siswa.