Lihat ke Halaman Asli

Mahfudz Tejani

TERVERIFIKASI

Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Pentingnya Rasa Malu dan Kehormatan Diri

Diperbarui: 10 September 2021   08:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kredit oleh MiXU dari Pexels


Saya berfikir panjang, tatkala melihat pelaku pelecehan seksual kepada anak (Pedofilia) yang disambut berlebihan saat hari kebebasannya. Dengan wajah tak berdosa melambaikan tangan, kemudian tersenyum kepada awak media dan publik.

Sikapnya seakan tiada bersalah, meskipun pengadaan telah menambah hukumannya juga, karena terbukti menyuap hakim sebesar 250 juta rupiah.. Rasa malu seakan memudar, terlihat dari senyumnya dengan kepala tegak tiada tertunduk tanpa rasa penyesalan.

Kemudian parahnnya lagi, ada sebuah stasiun TV swasta memberikan ruang penyambutan kepada oknum tersebut. Sehingga membuat publik geram dan membuat petisi penolakan serta pemboikotan di change.com.

Ditambah lagi, tanggapan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), bahwa oknum tersebut bisa tampil di televisi, asal berbentuk program edukasi kepada pemirsa. Dimana titik korelasinya, pelaku bobroknya moral berbicara tentang moral.

Orang yang tiada rasa malu, berbicara di depan publik tentang pentingnya sifat malu, dalam kehidupan sehari-hari.  Apakah malah kesempatan itu, malah memberikan dampak terhadap  kehidupan sosial masyarakat Indonesia

***
Rasa malu dan kehormatan diri tidak dapat dipisahkan dalam pembentukan karakter manusia. Ianya seiring sejalan dan tidak dapat dipisah-pisahkan.

Seberapa besarkah pengaruh perasaan malu dalam mengatur cara hidup dan pergaulan manusia? Sehingga rasa itu mampu menjadi perisai kepada orang yang berakal, agar enggan mengerjakan perbuatan yang merugikan orang lain.

Rasa malu tidak akan mengalir di dalam budi pekerti manusia, andaikata manusia itu sudah tidak merasakan kehormatan diri. Sejatinya, orang yang mempunyai rasa malu, akan berusaha mempertahankan kehormatan diri, keluarga, bangsa dan kepercayaan yang diyakininya.

Karena rasa malu dan mempertahankan kehormatan, seorang atlit mati-matian sampai titik keringat terakhirnya, berusaha memenangkan setiap pertandingan yang membawa nama bangsa dan negaranya.

Sifat malu membawa orang menggapai puncak menara gading, karena tidak mau tercicir arus modernisasi dan globalisasi. Sehingga menimbulkan kemajuan pesat dan berpeluang mendapatkan kehormatan serta kemuliaan dalam tatanan hidup bermasyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline