Lihat ke Halaman Asli

Mahfudz Tejani

TERVERIFIKASI

Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Wajarkah Lelang Perawan untuk Tujuan Kebaikan?

Diperbarui: 21 Mei 2020   13:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Media sosial bukan hanya sekedar tempat bersosialita dan ruang silaturrahim semata. Namun apabila kita jeli, kreatif, dan disisipi sedikit inovatif, ianya akan menjadi ruang menambah pundi-pundi ekonomi kita.

Namun kelebihan media sosial, tidak hanya sebatas itu saja. Malah sekarang, Ianya bisa dijadikan ruang mencari dana sosial. Mengumpulkan dana kemanusiaan untuk membantu orang yang membutuhkan. Bahkan efektif juga untuk penggalangan dana bencana alam.

Bahkan belakangan ini, konser hiburan bisa dilakukan tanpa kehadiran penonton di depan  panggung, namun bisa ditonton dari mana saja. Begitu juga seminar-seminar, diskusi atau talkshow bisa dilakukan secara daring (webinar). Tanpa harus bertatap muka secara langsung sama sekali.

***

Kemarin ruang media sosial kecoh,  timbul banyak perdebatan dan ruang diskusi. Disamping isu tokoh ulama yang ditangkap kembali dan dibawa ke Nusa Kambangan. Ada isu yang cukup ramai dan sensitif, yaitu adanya seorang Selegram yang mau melelang keperawanannya. Konon hasil lelang akan didonasikan untuk wabah Covid-19.

Isu ini cukup menggelitik nalar saya sebagai orang Timur. Dimana isu keperawanan seorang wanita adalah hal yang sangat sensitif dan sakral. Keperawanan adalah mahkota seorang perempuan yang harus dijaga, hingga masa pernikahan tiba.

Sebenarnya tujuan dari Selegram ini baik, ingin memdonasi dan peduli kepada korban dampak wabah Covid-19. Namun ingat, tujuan yang baik itu, tetap harus dilakukan dengan cara baik, agar mendapatkan nilai dan hasil yang baik juga.

Banyak cara yang dilakukan seseorang yang mempunyai pengikut yang banyak, seperti tokoh politik, selegram, youtuber, blogger, dll (influencer) untuk mengekalkan follower-nya. Mereka harus kreatif, inovatif, dan tetap menjaga imejnya sendiri, dalam mempengaruhi pengikut dan click bait-nya.

Kita lihat bagaimana Baim dan Paula mengisi kontennya dengan cara berbagi kepada sesamanya. Kita lihat juga bagaimana Awkarin dan Atta Halilintar dengan konsisten, membungkus cerita hidupnya menjadi konten yang menarik.

Sepertinya perlu diadakan sosialisasi dan edukasi, dalam bermedia sosial. Dan gerakan ini harus dimulai terlebih dahulu kepada para tokoh politik, agama, influencer, sosial dan lainnya. Harus ada panduan yang jelas, dan disesuaikan dengan nilai-nilai kepribadian ketimuran.

Sosialisasi dan edukasi ini juga bukan hanya untuk sang pembuat konten saja. Namun bagi yang bagian tukang komen, juga harus diberikan pencerahan, bagaimana cara bermedia sosial yang benar dan sehat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline