Salah satu artis Indonesia yang bersinar dan terkenal di Asia Tenggara adalah Raden Rara Nike Ratnadilla Kusnadi. Artis kelahiran Bandung, 27 Desember 1975 ini, di kemudian hari pernah menukar namanya menjadi Nike Astrina. Namun, nama Nike Ardilla lebih membawa keberuntungan dan mengantarkan ke pintu popularitas.
Namun ujung karir Nike Ardilla, harus berakhir di jalan RE. Matadinata Bandung, akibat kecelakaan mobil. Gadis ranum berbibir merekah itu harus pergi kembali kepada Penciptanya, pada tanggal 19 Maret 1995. Dunia seni Indonesia kehilangan salah satu putri terbaiknya dalam seni tarik suara.
Kala itu, Nike Ardilla adalah salah satu penyanyi kesukaan saya. Walaupun tidak pernah membeli kasetnya, namun lagu-lagunya hampir semuanya kuhafal. Poster dengan gestur bibir terbuka sedikit, menjadi pandangan wajib setiap menyisir rambut di pagi hari. Bahkan cover semua buku tulis SMA-ku, sengaja saya memilih bergambar aneka model Nike Ardilla.
Jujur, kematian Nike Ardilla kala itu sempat membuatku down dalam sehari dua. Pernah ku mendoakan dan mengirimkan Fatihah sambil sesenggukan sehabis salat Isya. Pernah airmata mengalir dengan sendirinya, kala mendengar salah satu lagunya yang berjudul "Mama Aku ingin Pulang". ( rupanya pernah cemen juga hehehe).
Nike Ardilla adalah salah satu artis yang menikmati popularitasnya dalam usia muda lagi, yaitu pada saat umur 14 tahun. Kemudian bakatnya berkembang ke bidang seni lainnya seperti dunia modeling. Melakoni dunia akting dengan membintangi 7 film layar lebar dan 11 sinema elektronik (Sinetron).
Dalam usia remaja, Nike Ardilla telah berada di puncak kepopularannya. Sehingga kurang sempurna menikmati masa remajanya, seperti mana kawan-kawan dalam seumurannya.
Sekilas, menjadi artis dan seniman terkenal itu begitu menyenangkan. Dimana-mana dikenal masyarakat dan apa-apa yang diinginkan dengan mudah didapatkan. Tidak perlu ada jam kerja, namun sekali beraksi, lembaran rupiah mengalir setara dengan pendapatan berbulan orang biasa.
Namun, apakah orang-orang yang popularitasnya sedang memuncak, mereka bahagia? Apakah mereka menikmati limpahan kepopulerannya ?
Banyak orang popular, namun tidak tahu bagaimana caranya menghadapi kepopuleranya. Ketakutan dalam menghadapi menurunnya nilai kepopuleran senantiasa juga menghantui. Akhirnya depresi menghampiri dan berusaha mencari tempat pelarian. Sehingga banyak yang salah jalan, dengan menjadikan minuman keras dan Narkoba sebagai tempat pelariannya.
Artinya, nilai dan faktor kebahagian bukan hanya semata ditentukan oleh seberapa terkenalnya dan seberapa kayanya seseorang. Karena tempatnya bahagia itu adalah di dalam hati, dan kuncinya adalah seberapa sering kita mensyukuri, apa yang telah kita dapatkan.
Kuala lumpur, 19 Maret 2019