Lihat ke Halaman Asli

Mahfudz Tejani

TERVERIFIKASI

Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Antara Wasit Asing, Politikus, dan Mafia Sepakbola

Diperbarui: 9 November 2017   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepakbola merupakan olahraga yang paling popular di seluruh dunia, ianya merupakan olahraga segenap lapisan masyarakat tanpa melihat status sosialnya. Sepakbola juga olahraga pemersatu bangsa, karena didalam sepakbola latar belakang agama, etnik, dan status sosial tidak dipandang sebagai jurang pembeda. Namun berdasarkan skill dan keterampilan mengolah bola serta mampu bekerja sama dalam sebuah tim yang dijadikan patokan.

Begitu juga di Indonesia, sepakbola selalu mencuri tumpuan lapisan masyarakatnya. Perkembangan klub-klub kesayangannya senantiasa menjadi tumpuan, dan informasi seputar klubnya selalu dijadikan pembicaraan. Sehingga dari cintanya pada klub yang disayanginya, menimbulkan rasa fanatisme yang luar biasa yang mampu mempengaruhi karakter seseorang.

Dan itu adalah hal lumrah dalam dunia persepakbolaan, apalah artinya sebuah klub sepakbola, apabila tidak mempunyai  klub pendukung yang berdiri teguh dibelakangnnya. Pendukung yang berteriak menyemangati dengan aneka chant (nyanyian supporter), disaat menang ataupun ketika mengalami kekakalahan.

Namun belakangan ini, dunia persepakbolaan Indonesia iramanya agak sedikit sumbang. Suara-suara ketidakpuasan senantiasa kedengaran dimana-mana. Mulai dari aroma pertandingan yang ditengarai dipengaruhi mafia-mafia perjudian, tercium juga adanya pengaturan skor untuk memuluskan suatu klub, bahkan terlihat beberapa politikus yang memanfaatkan dunia sepakbola sebagai ladang uang dan pengaruh untuk masa depan karier politiknya.

Kita tak mampu menutup mata juga, tatkala kinerja seorang wasit dalam memimpin sebuah pertandingan seringkali mengundang kritikan dan ketidakpuasan klub-klub yang bermain. Penggunaan wasit asing dalam Liga Indonesia bukan solusi terbaik dalam iklim sepakbola Indonesia. PSSI sebagai federasi sepakbola Indonesia tidak boleh mengambil jalan pintas dan jalan selamat dalam mencari penyelesaian bobroknya alam perwasitan di Indonesia.

PSSI harus mulai kembali menggunakan wasit-wasit lokal yang sudah ada di Indonesia. Tapi dengan syarat berdayakan mereka dengan aneka pelatihan-pelatihan seperti mana yang digariskan oleh FIFA. Pemberian lisensi C3, C2, hingga C1 harus diberikan secara professional dengan kualifikasi yang ketat.   

Namun yang tidak kalah pentingnya adalah, para wasit harus dibekali dan diperkasakan lagi dengan perbaikan cara komunikasi antara wasit dengan pemain. Sehingga kedepannya tidak terdengar lagi , wasit diludahi pemain, wasit dimaki pemain, bahkan wasit dipukuli oleh pemain. Intinya adalah penggunaan wasit asing tidak banyak membantu memperbaiki kinerja dunia perwasitan sepakbola Indonesia, apabila berkaca kepada liga yang dijalani saat ini.

PSSI mungkin juga harus membatasi penyertaan klub-klub berlatarbelakangkan aparatur keamanan negara dalam liga yang akan datang. Karena ketika klub-klub tersebut bermain, dikuatiri akan menjadi rancu, tidak profesional serta porposional. Faktanya dalam liga saat ini sudah cukup memberikan aneka koreksi untuk sama-sama dicermati. Anarkisme supporter yang semena-mena karena banyak yang menggunakan uniform institusinya, tidak menutup kemungkinan akan membuat gap baru antara aparatur negara dengan rakyat. Ini bukan suatu yang baik dalam kelangsungan berbangsa dan bernegara , tatkala kebencian dan dendam pribadi dilampiaskan pada institusi aparatur negara.

Sepakbola itu ruang lingkupnya sangat besar,  secara ilmu bisnis , Sepakbola adalah dunia pasar yang cukup besar cakupannya. Bukan rahasia lagi apabila sepakbola dimana saja, mafia-mafia senantiasa mengintip dan menunggu peluang untuk menjejakinya. Dan berbicara mafia sepakbola, tidak akan bisa dilepaskan dengan dunia perjudian dan sindiket internasional. Pengaturan skor pertandingan, intimidasi dan penyuapan wasit atau pemain merupakan elemen-elemen yang sering dilakukan oleh mereka. Pertanyaannya adalah apakah dunia sepakbola Indonesia dilingkari oleh mafia sindiket internasional ?

Mafia-mafia ini pastinya tidak dapat bergerak dengan leluasa dan bebas, tanpa bantuan dan pendekatan oleh sebagian orang-orang dalam federasi sendiri. Sekelompok orang-orang yang orientasinya hanyalah pada materi, karier, dan ambisi jangka panjangnya. Mereka tidak peduli dunia sepakbola mau hancur dan kolaps, dan mereka tidak peduli tentang prestasi dan nama baik negara berkumandang dalam persada dunia. Yang ada dalam fikiran mereka hanyalah materi dan ambisi pribadi saja, bagaimana sepakbola mampu menjadi jembatan ambisi untuk meraih keuntungan sendiri dan golongannya saja.

Apakah politikus-politikus yang berlegar-legar dalam dunia sepkbola Indonesia ada sebagian yang terlibat ? Apakah tidak ada politisasi pribadi dan kelompok dalam dunia persepakbolaan Indonesia ? Berapa orang yang murni dan benar-benar mencintai sepakbola daerah khususnya dalam menaikkan harkat dan martabat sepakbola nasional ? Dan berapa politikus  juga yang menjadikan dunia sepakbola Indonesia sebagai ladang uang dan mesin politik mereka serta golongannya ?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline