Lihat ke Halaman Asli

Mahfudz Tejani

TERVERIFIKASI

Bapak 2 anak yang terdampar di Kuala Lumpur

Di Antara Kemegahan Wanita dan Kuasa

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya tertarik dengan pendapat Ibnu Khaldun, seorang sosiolog Muslim terkemuka pada abad ke 15 yang mengatakan " Kedudukan dan status seseorang yang berkuasa dengan mudahnya dipengaruhi beerbagai godaan kemegahan, harta dan wanita. Semakin tinggi kedudukan seseorang itu maka semakin juga bertambah kuat godaan yang menyerang naluri dan emosi.

Bahkan Ibnu Khaldun menyimpulkan jenis dan bentuk godaan tersebut kepada 3 bagian.

Yang pertama, Kekuasaan itu cenderung membangkitkan rasa senang hati dan merasa megah ketika sanjungan dan pujian di lemparkan kepadanya. Sehingga menimbulkan suatu penyakit yang di sebut penyakit mabuk pujian, Dan merasa sulit menerima teguran dan kritikan. Bahkan Teguran dan kritikan dianggap sebagai alergi yang harus di singkirkan, sehingga menimbulkan dan mempengaruhi Undang-undang agar lebih berpihak kepada dirinya dan kelanggengan kuasanya.

Yang kedua,Ketika berada di puncak kekuasaan, seorang pemimpin akan merasakan nikmatnya dan megahnya kekuasaan. Sehingga dengan kuasa tersebut dia mampu berbuat apa saja dan menyalah gunakan kekuasaan tersebut. Pada ketika itu sikap tamaknya semakin besar, sehingga pemimpin tersebut dengan segala upayanya membina kekayaan pribadi dan pemerintahannya menjadi lebih otoriter. Sehingga segala masalah kenegaraan dan rakyat kurang di b eri perhatian. Shingga lama- kelamaan membangkitkan emosi kemarahan, konflik, pemberontakan dan desakan penyingkiran pemimpin tersebut ( people power). Sebagaimana sekarang ni terjadi di sebagian negara-negara Arab. Hukum dan moral semakin menipis, Dan yang semakin menebal adalah aset dan kekayaan pribadi. ketika dipaksa menyerah diri atas kuasa rakyat, maka semakin banyaklah skandal dan penyalah gunaan kuasa yang di ketengahkan.

Yang Ketiga, adalah datangnya dari wanita, makhluk lemah pada luarnya tetapi mampu mencairkan iman seseorang. Sejarah telah mencatatkan bahwa seorang wanita mampu menentukan bangkit tidaknya sebuah Negara. Banyak pemimpin terperosok karena terpedaya oleh kelemahan dan kelembutan seorang wanita. Tentu kita masih ingat bagaimana seorang Bill Clinton bisa lengser dari tahtanya di sebabkan kelembutan Monica Lewinsky. Bagaimana seorang wanita mampu menggugat pengaruh seorang presiden sebuah Negara Adi kuasa sehingga tidak dipercayai umum.

Ibnu Khaldun meletakkan Agama sebagai perisai dan pendinding bagi menghadapi 3 godaan tersebut. Agama adalah asas terpenting untuk membentuk sebuah komuniti dan institusi terkecil yang hebat, selanjutnya sebuah Negara yang merupakan kumpulan komuniti-komuniti tersebut. Di samping Agama, Seorang pemimpin harus mempunyai Ilmu yang cukup untuk memimpin sebuah negara. Dan ilmu tersebut tidak seharusnya digunakan untuk menindas, tetapi hendaknya bersama iman dan akal membentuk rakyat-rakyat berjiwa besar yang mampu memberikan poin lebih kepada sebuah Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline