Lihat ke Halaman Asli

Mahfudhah Icha

Tulisan yang berbasis pengetahuan dan pengalaman pribadi.

Stigma Sesama Dokter = Pasangan Ideal?

Diperbarui: 19 Desember 2019   13:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tulisan ini ditulis pada 19 Desember 2016 dan pernah di publikasikan pada blogspot personal saya.

Semoga tulisan ini tidak dikira sebagai tanda saya sedang menggebu-gebu untuk menemukan pendamping hidup. Insya Allah, nama dalam lauh mahfudz itu akan terang pada waktunya.

Semakin hari, pembicaraan disekeliling saya tak pernah jauh dari bahasan tentang pernikahan. Entah mungkin karena kami sudah sarjana? Atau calon sarjana di penghujung tahun akhir pendidikan? Atau memang umur kami yang sudah matang untuk menikah? Ah, standar pernikahan bukan sarjana atau belum. Tua atau muda. Yah anggap saja memang sudah tiba bagi kami memasuki rentang masa suburnya prospek pernikahan.

Malam tadi, saya berbincang dengan adik-adik saya di kampus. Perbincangan hangat tentang kisah kasih mereka. Pada intinya, bahasan itu tentang latar belakang kami. Dokter. Dan pasangan ideal yang terstigma ialah sesama dokter. Memang, pasangan itu layaknya sekufu. Sepadan. Baik pribadinya, latar belakangnya, pendidikannya, pemikirannya, dan lainnya. Sehingga, bisa berjalan seiring seirama, langsung bisa sesuai menyesuaikan.

Saya teringat perbincangan saya dengan salah seorang senior saya. Ada satu fenomena nyata di kampus, entah benar atau tidak, tapi semoga saja tidak. "Kalau cewek itu banyak yang mau dengan cowok kedokteran, tapi cowok banyak yang takut dengan cewek kedokteran."

Apa ? Takut ? Kami menakutkan ya ? Jangan takut. Kami jinak kok, kalaupun sedang galak ya paling gigit. Hehehe.

Saya ingin membahasnya disini. Jika pertanyaan itu dilontarkan pada saya, "Kamu mau dapat jodoh sesama dokter?"

Maka sampai sekarang jawabannya adalah, "Tidak"

Loh ? Hehe. Tapi jawaban itu masih bisa berubah. Toh kita tak pernah tau siapa jodoh kita kan. Hari ini tidak mau, mungkin kelak Dia membalikkan hati untuk menjawab ya.

Alasan pribadi saya ialah,

"Saya ingin bisa berbagi berbagai cerita dengannya. Tentang dunia saya. Tentang dunia nya. Membuat kisah kehidupan kami menyejarah di setiap lini. Saya ingin dengan bersamanya, saya bisa melihat dunia dari sisi yang berbeda. Saya ingin bisa selalu antusias mendengarkan ia bercerita tentang dunianya, harinya, aktivitasnya. Karena pasti banyak hal yang tak familiar dengan aktivitas saya sebagai dokter. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline