Lihat ke Halaman Asli

Kamu itu Beruntung Dek!

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="alignright" width="320" caption="bis akas NNR "][/caption] Sabtu, 2 Maret 2013 , menjelang pukul 19.00 wib saat itu malam minggu. Sebuah pesan masuk di ponselku. Dari mas Soffan rupaya. Adek lagi di mana? tanya mas singkat. Di bis mas jawabku gak kalah singkat. Jadi balik ke Jogja sekarang? Kok nekad tenan kamu dek, gak nunggu beberapa hari dulu.      Bantuin ibu dulu. Kan masih banyak kerjaan di rumah. Mas mulai ngomel. Udah terlanjur di atas bis. Masa mau turun lagi? Malu sama orang rumah kalau gak jadi kembali ke Jogja. Jawabku enteng. Ya sudah kalau itu maunya adek. Hati-hati ya di bis. Barang-barangnya dijaga. Mas lagi piket ini , mas temeni lewat sms aja ya ? pesan mas . Siap komandan ! jawabku asal. Bis mulai melaju, lambat seakan ogah-ogahan menjalankan tugasnya mengantar penumpang. Sebagai kawasan yang kurang maju. Situbondo dan Bondowoso tidak memiliki bis umum yang memadai dan nyaman. Selain jumlah armada yang terbatas,tidak tersedia bis AC tarif ekonomi layaknya bis-bis antar kota dalam provinsi seperti di kota lain. Jadi jangan heran jika bis yang ada di kota ini jelek-jelek. Bis Akas yang aku naiki ini tujuan akhirnya adalah Kalianget , Madura. Jadi harap maklum jika isinya rata-rata adalah orang Madura. Asap rokok, bau keringat, obrolan yang ribut mewarnai suasana bis malam itu. Belum lagi bawaan penumpang yang tidak tanggung-tanggung membuat keadaan semakin sesak. Seperti malam itu, disampingku duduk bapak-bapak yang mengaku keturunan Arab dari iklan Al-Habsy yang akan ke Madura berkunjung ke anaknya. Tadinya itu bapak duduk di bangku depan, eh pas dia noleh ke belakang dan melihatku . Tiba-tiba dia pindah ke tempatku. Huft! Mengurangi ruang gerakku saja. Bis terus melaju dengan ketidaknyamanan yang ada di dalamnya. Sesekali aku membalas sms dari Mas Soffan yang selalu nanyain sampai di mana, duduk sama siapa, hati-hati dan sejuta pesan yang sebenarnya tak perlu diingatkanpun pasti aku melakukannya. Lepas dari kawasan Besuki, aku semakin tidak nyaman dengan keadaan ini semua. Kepala pusing karena aroma bis yang tidak enak, ditambah lagi si Arab ngajakin ngobrol yang sangat membosankan. Mana duduknya ngabisin tempat lagi. Benar-benar ingin turun, tapi kalau sudah turun bingung mau ke mana dan ngapain. Bis umum adalah angkutan yang langka di malam hari di kawasan tapal kuda. Akhirnya aku hanya bisa mengeluh sama mas Soffan lewat sms. Gak enak naik bis, gak kaya di kereta. Pengen turun :( Ya udah turun aja dek, bilang sama pak sopirnya kalau adek mau turun ya? Iya, tapi kalau sudah turun terus piye? Ha ha ha .. ya tinggal turun aja dek. Ih mas kok gak ngerti sih. Ah embuh Setelah itu bangku depanku kosong. Si Arab mengajak pindah ke depan. Kontan saja langsung aku tolak. "Saya di sini saja pak, sesak kalau di tempat sempit" " Lho, kan enak kalau ada temannya?" " Makasih pak, saya mau tidur" Dan setelah si Arab pindah, saya benar-benar tertidur. Tak lama kemudian, saya terbangun. Sudah masuk tol menuju Bungurasih. Beberapa detik mengagumi lampu-lampu di tepian jalan. Sampailah saya di terminal Purbaya, kebanggaan Jawa Timur. Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 00.05 wib. Terminal mulai sepi, tapi warung-warung makan tetap setia melayani para calonpenumpang yang kelaparan. Sayang outlet Roti Boy favorit saya sudah tutup. Saya lalu mampir ke toilet langganan saya. Di terminal ini banyak terdapat toilet umum, dengan pengelola yang berbeda-beda. Toilet yang biasa saya singgahi berada di pintu peron sebelah barat. Toilet yang selalu bersih dan aman jika menitipkan barang di sana. Selesai segala urusan di toilet saya bergegas menuju peron. Sudah tidak terhitung berapa kali saya ke terminal ini, jadi biarpun tengah malam saya tetap santai saja menghadapi keadaan terminal yang kata banyak orang "mengerikan". Sambil menunggu bis Eka saya cek kembali ponsel saya. Ada dua sms dari mas Soffan yang belum terbaca. Bukannya mas suka kamu menderita di dalam bis sana dek. Mas cuma ingin adek belajar mensyukuri apa yang adek punya sekarang. Namanya bis ya memang begitu kondisinya dek Sms berikutnya yang dikirim tak lama setelah sms pertama. Mas sudah pernah cerita tentang tukang koran yang di stasiun belum dek? Ada anak muda  yang ingin banget kuliah. Karena gak ada biaya dia jualan koran di stasiun. Sekarang dia kuliah di UI. Karena gak punya ongkos naik bis untuk pulang, tiap hari dia tidur di stasiun. Ke kampus naik kereta juga gak ada duit, akhirnya dia jualan koran dari stasiun ke stasiun sampai akhirnya sampai kampusnya. Kamu itu beruntung dek, mau naik kereta tinggal pesan, mau naik bis tinggal naik. Syukuri semua yang adek punya ya? Deg! Tiba-tiba merasa tertohok dengan sms mas. Di atas langit memang ada langit, dan di atas penderitaanku saat naik bis, masih ada yang lebih menderita lagi. Menyesal dengan segala kelalaianku yang tidak perhitungan. Sebenarnya aku bisa saja naik kereta dari Jember. Tinggal pilih mau yang ekonomi atau bisnis. Tapi karena aku sudah merasa jenuh dengan keadaan rumah, aku seenaknya saja memilih untuk kembali ke Jogja, padahal saat itu akan ada acara pembubaran panitian pernikahan kakakku. Yah, mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Aku sudah sampai di Surabaya juga. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali memberi bubur itu topping dan bumbu yang lezat agar enak di makan. Tak ada jalan lagi kecuali meneruskan perjalanan ke Jogjakarta. Karena tak sabar menunggu Eka yang lama, akhirnya aku naik Sumber Selamat . Lagi-lagi sukhoi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline