Lihat ke Halaman Asli

B is for BONDOWOSO (catatan khusus untuk Bondowoso kota dan sekitarnya)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

I

[caption id="attachment_144585" align="alignnone" width="500" caption="monumen gerbong maut, saksi bisu kekejaman dan kesewenangan NICA terhadap bangsa Indonesia"][/caption] nilah ibukota kabupaten yang saya cintai (gak cinta-cinta amat sih, karena saya lebih banyak menghabiskan hidup di kota tetangga yaitu Situbondo). Sebuah kota yang menjadi ibukota kabupaten Bondowoso yang terkenal sebagai kota tape. Sebagai kota yang terletak di kawasan dataran tinggi dan tidak memiliki garis pantai,  Bondowoso bisa dikatakan sebagai kota yang terpencil karena menginjak pukul 21.00 WIB ke atas, kota ini langsung sepi kecuali malam minggu, tapi di alun-alun saja ramenya. Tapi jangan khawatir, karena akses transportasi menuju Bondowoso bisa dicapai dengan mudah jika kamu dari arah Surabaya.  Sebaliknya jika kamu dari arah Jember atau Situbondo, kamu harus waspada, karena angkutan yang mengarah ke Bondowoso hanya beroperasi pada pukul 05.00 – 21.00 WIB. Selanjutnya jalan ya kaki saja yaa.....

Catatan saya kali ini khusus membahas tentang Kota Bondowoso karena kalau saya  membahas Bondowoso secara keseluruhan, tidak akan cukup waktunya.

Kota ini dahulunya hanyalah sebuah hutan belantara tanpa ada penghuninya. Namun pada tahun 1789 Mentri Anom atau yang dikenal bernama Abhiseka Mas Astruno membuka daerah ini sebagai perluasan dari karesidenan Besuki. Adapun Abhiseka Mas Astruno adalah menantu bupati Probolinggo yang juga sebagai cucu dari Pengeran Tjakraningrat penguasa Bangkalan. Berikutnya Abhiseka Mas Astruno akan dikenal sebagai Ki Ronggo pendiri kota Bondowoso.

Sepanjang sejarah banyak dinamika yang telah di alami oleh kota ini, salah satunya adalah Bondowoso pernah menjadi ibukota karesidenan Besuki pada kala itu. Jadi jangan heran jika banyak bangunan tua yang eksotik tersebar di kota ini. selain itu Bondowoso memiliki banyak hal yang menarik sehingga bisa menjadi salah satu kota yang wajib dikunjungi jika teman-teman bepergian ke kawasan tapal kuda.

Berikut ini adalah beberapa point yang menjadi keunikan Bondowoso silahkan dicermati

1.  Makam Ki Ronggo

Yups, makam dari pendiri kabupaten Bondowoso ini memang sering banget diziarahi oleh masyarakat lokal maupun interlokal (dari luar Bondowos maksudnya). Ada beberapa orang yang ke sana untuk minta wangsit, minta pusaka dan sebagainya. Sebagian lagi ke sana untuk ajang uji nyali. Yoa.. Makam ini pernah menjadi lokasi syuting Pemburu Hantu (bangga dikitlah sebagai warga Bondowoso, ada lokasi yang pernah masuk Tipi). Tapi menurut hemat saya, sah-sah saja main-main ke tempat ini, karena lokasinya berada di desa Sekar Putih yang sejalur  dengan jalan menuju Arung Jeram Bosamba. Pemandangannya “subhanallah sekali”. Sekalian napak tilas sejarah Bondowoso.

2. Tape Bondowoso

Naaah ini dia yang terkenal dari Bondowoso. Jangan bilang pernah main ke Bondowoso kalau belum pernah merasakan sensasi nikmatnya tape Bondowoso.  Semua tape boleh kuning warnanya, tapi yang ini beda kawan!  Tape Bondowoso rasanya manis, kesat dan pastinya gak bikin munek-munek atau ehek-ehek. Hebatnya bisa tahan di bawa ke mana-mana. Sentra Tape tersebar di seluruh penjuru Bondowoso, yang terkenal Tape 82. Selain itu tersedia juga  olahan tape yang lainnya seperti Brownis Tape, Proll Tape, dodol tape, suwar – suwir dan permen tape. Kalau penasaran silahkan serching di internet atau datang langsung ke Bondowoso yaaa....

3. Gerbong Maut...

Inilah yang paling fenomenal di Bondowoso. Catatan sejarah paling kelam yang pernah kami alami sebagai negeri yang pernah dijajah oleh kejamnya kolonialisme.  Waktu itu tanggal 23 November 1947, sebanyak 100 tawanan yang merupakan para pelajar, tokoh masyarakat dan pejuang rakyat dikirim ke penjara Bubutan di Surabaya dengan kereta api. Keseratus tawanan tersebut  dingakut menggunakan 3 gerbong yaitu  Gerbong No. GR.10152 berisi 30 orang. Gerbong No. GR.446 berisi 32 orang dan No. GR. 5769 berisi 38 orang. Agar pengiriman tersebut tidak mendapatkan perlawanan dari para gerilyawan yang berkeliaran di mana-mana, maka semua gerbonng ditutup rapat dan dikunci dari luar. Bisa kita bayangkan bagaimana suasana perjalanan dari Bondowoso ke Surabaya menggunakan kereta api tertutup dengan waktu tempuh sekitar 7 jam.  Karena kekurangan oksigen maka dari 100 tawanan, 40 orang gugur mengenaskan karena kepanasan di dalam gerbong. (intinya ceritanya seperti itu, nanti ada bagian tersendiri untuk menceritakan kengerian Gerbong Maut)

Ketiga gerbong tersebut sekarang disimpan di tiga tempat yang berbeda, di Stasiun Bondowoso, Gedung Joeang ’45 dan di musium Brawijaya. Adapun kita bisa melihat monumen Gerbong Maut yang berdiri di depan Kantor Pemda Bondowoso atau tepatnya di Alun-alun Bondowoso tepi selatan.

4. Alun – Alun Bondowoso

Inilah tempat nongkrong yang menjadi favorit seluruh warga Bondowoso. Alun-alun Bondowoso tidak jauh beda seperti alun – alun yang ada di pulau Jawa pada umumnya. Sisi timur terdapat Penjara (tempat tawanan yang dimasukkan ke gerbong maut dipenjarakan) dan Kantor pos. Sisi selatan ada stasiun di sebelah tenggara dan kantor Pemerintahan. Oh iya, di sisi selatan pas depan stasiun adal gedung Dinas Pekerjaan Umum. Gedung ini pada masa RIS, merupakan tempat diselenggarakannya Konferensi Negara Jawa Timur. Sayangnya karena tingkat kesadaran masyarakat dan pemerintah yang rendah akan peninggalan sejarah, tidak banyak yang tahu akan hal tersebut. sementara itu di sisi Barat terdapat Masjid Agung  At – Taqwa. Masjid ini termasuk masjid yang unik, karena gerbangnya yang bercirikan arsitektur Timur tengah dipadukan dengan bangunan masjid yang bercirikan arsitektur Jawa. Sementara itu tepi utara ditempati oleh kantor – kantor pemerintahan yang lainnya.

5. Kampung Arab

Yeah, inilah keunikan Bondowoso. Kota yang tidak punya pelabuhan ini justru memiliki komunitas Arab yang katanya terbesar se Indonesia, padahal kita tahu kalau para pendatang dari timur tengah maupun timur jauh biasanya tinggal di kawasan yang ada pelabuhannya. Ya, kampung Arab di Bondowoso memang bisa dikatakan luas dan bersifat menyatu (dibandingkan dengan di Situbondo yang berpencar-pencar). Kami biasa menyebut orang-orang keturunan Arab dan orang-orang Arab dengan sebutan “iyek “ untuk kaum lelakinya. Kata “Iyek” adalah sebutan singkat untuk “sayyid” yang artinya tuan. Sementara untuk yang perempuan kita menyebutnya “fah” asal kata dari “syarifah”. Penduduk kampung Arab merupakan para imigran yang berasal dari Hadra Maut, sebuah daerah di kawasan Yaman. Sekalipun pertalian persaudaraan antara mereka erat, dan tradisi benar-benar dipegang teguh. Penduduk di kampung Arab biasa menggunakan bahasa sehari-hari menggunakan bahasa “Arab-Maduraan”  yaitu bahasa Madura campur Indonesia  - Arab yang dimadurakan. Contohnya “situ kamana’a?”

Di kawasan Kampung Arab ini juga berdiri sebuah yayasan Pendidikan yang dikenal sebagai salah satu sekolah yang menerapkan pendidikan Inklusif . namanya Yayasan pendidikan YIMA.  Kabarnya di Indonesia hanya ada dua sekolah yang menerapkan sistem pendidikan seperti ini, salah satunya YIMA yang di Bondowoso dan  yang lainnya adalah YIMA yang di Gresik.

Jika ramadhan, sempatkanlah berkunjung ke kampung Arab Bondowoso. Dapatkanlah suasana yang berbeda, karena di masjid –masjid akan disajikan bubur gandum khas Arab, gratis untuk para jamaah. Selian itu ada juga warga yang menyediakan kurma dan makanan-makanan yang benar-benar didatangkan lansung dari Arab... jadi gak usah jauh-jauh ke Arab, kalau di Bondowoso kita bisa menemukannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline