Lihat ke Halaman Asli

Maheso Jenar

Hanya seorang Hamba Tuhan Yang Maha Esa

Review Film Alim Lam Mim (3) “Dakwah Anggy Umbara Melalui Film Alif Lam Mim”

Diperbarui: 4 April 2017   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika merujuk pada Al-Qur’an Alif Lam Mim merupakan satu diantara 14 huruf yang dinamakan dengan istilah “Huruf Muqaththa’ah”, ada 29 surat didalam Al-Qur’an yang diawali dengan huruf muqaththa’ah. Adapun Alif Lam Mim sendiri di dalam Al-Qur’an di ulang sebanyak 6 kali dengan menempati 6 surat yang berbeda-beda, 4 terdapat di dalam surat yang termasuk kategori surat makiyyah (yang diturunkan di Makkah) yaitu surat Al-Ankabut, Ar-Rum, Luqman, dan As-Sajdah, sedangkan 2 sisanya terdapat di dalam surat yang termasuk kategori surat madaniyyah (yang diturunkan di Madinah) yaitu Al-Baqarah dan Ali Imran.

Lalu bagaimana dengan film Alif Lam Mim (3) karya Anggy Umbara?

Sebelum film ini secara resmi dirilis serentak di seluruh bioskop Indonesia pada 01 Oktober 2015 lalu, khususnya setelah trailer film ini dilaunching saya mencoba memperhatikan beberapa komentar baik dari media sosial maupun mendengar sendiri secara langsung, ternyata masih banyak orang yang beranggapan film Alif Lam Mim tidak akan jauh beda layaknya film The Raid Gareth Evans yang mengusung Silat sebagai background filmnya, bahkan lucunya ketika saya nonton film Alim Lam Mim di Bioskop persis orang disebelah saya bicara pada kawannya film ini seperti filmnya Barry Prima. Namun semestinya setelah kita selesai menonton film Alim Lam Mim semua pandangan yang saya sebutkan tadi secara otomatis akan berubah.

Walaupun sama-sama mengusung Silat sebagai latar belakang dari filmnya, saya kira The Raid dan Alif Lam Mim jelas sangat jauh berbeda. The Raid yang murni sebagai film Action, sedangkan Alif Lam Mim merupakan mix 3 genre (action, drama, dan religi), dengan umbara bersaudara yaitu Anggy Umbara, Bounty Umbara dan Fajar Umbara sebagai penulis naskah skenarionya (the real 3). Silat dalam film Alif Lam Mim selain digambarkan sebagai budaya bangsa juga menunjukkan suatu identitas religius, santri dan silat (pesantren dan silat) dua perpaduan yang menjadi bagian panjang sejarah bangsa Indonesia.

jika kita menengok sejarah sebut saja nama Tuanku Imam Bonjol dan Pangeran Ontowiryo atau Pangeran Diponegoro, keduanya melibatkan santri dan kemampuan beladiri (silat) dalam perjuangannya melawan para penjajah, Tuanku Imam Bonjol yang terkenal dengan perang Padrinya di Sumatera Barat dan Pangeran Diponegoro dengan perang Jawanya. Bahkan banyak juga aliran silat yang lahir dan besar dilingkungan Pesantren.

Berangkat dari uraian di atas kiranya itulah yang akan menjadi fokus tulisan saya disini, lebih ingin mengupas apa saja kandungan nilai-nilai dakwah yang di sampaikan oleh Anggy Umbara melalui film Alif Lam Mim, dimana menurut saya Anggy dan Tim dibelakangnya telah berhasil menciptakan tren dakwah yang lain dari biasanya (baca: diluar mainstream), terlepas dari kekurangan dan kelebihan cara berdakwahnya ini saya secara pribadi sangat mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh Anggy Umbara bahkan sejak filmnya yang pertama (mama cake).

Film Ali Lam Mim (3) bercerita tentang pesahabatan Alif, Herlam dan Mimbo yang tumbuh besar dan menempa latihan silat bersama dilingkungan pesantren Al-Ikhlas pimpinan Kyai Mukhlis. Ketiga memiliki cita-cita yang berbeda, Alif ingin menjadi aparat penegak hukum mengabdi pada Negara menangkap semua penjahat dan pembunuh hal ini dilatar belangkangi oleh kejadian pembunuhan terhadap kedua orang tuanya, Herlam ingin menjadi Jurnalis agar dengan tulisan-tulisannya dia bisa menyampaikan kebenaran sedangkan Mimbo ingin tetap mengabdi dipesantren menyebarkan kebaikan melalui agama dan mati khusnul khatimah.

Setelah beberapa lama akhirnya Alif Lam dan Mim masing-masing dapat mewujudkan cita-citanya, Alif menjadi penegak hukum dan tergabung dalam pasukan elit Detasemen 38 : 80-83, Lam menjadi Jurnalis di Libernesia dan Mim menjadi ustadz di Pondok Pesantren Al-Ikhlas. Ada kesamaan dari ketiganya walaupun mereka berbeda profesi, mereka sama-sama menjunjung tinggi nilai idealisme dan saya kira Anggy selaku sutradara bermaksud menyandarkan idealisme itu pada nilai-nilai Islam sebagaimana yang saya bahas sebelumnya Alif Lam dan Mim tumbuh bersama di Pesantren, ini akan terbukti jika kita sudah menyaksikan filmnya.

Film Alif Lam Min sendiri bersetting Jakarta pada tahun 2036, tercatat sebagai film laga futuristik pertama di Indonesia. Sebagai orang yang awam akan bidang sinematografi , menurut saya usaha Anggy Umbara dalam menvisualkan imaginasinya tentang kondisi Jakarta pada tahun 2036 cukup mumpuni dan menarik perhatian, terlebih tentang gambaran Gadget dan teknologi yang digunakan oleh para pemainnya.

Pada tahun 2036 diceritakan Indonesia telah ada dalam kondisi damai, setelah sebelumnya terjadi rentetan peristiwa dan kekacauan yang ditimbulkan oleh kelompok radikal sorban merah dan sorban hitam hingga peristiwa pembumihangusan kelompok radikal tersebut oleh aparat penegak hukum, sampai akhirnya revolusi berakhir pada tahun 2026, pihak yang saling bertentangan akhirnya mencapai kesepakatan. Aparat Negara hanya diizinkan menggunakan peluru karet dalam memberantas kriminalitas dan pada saat inilah kemampuan beladiri dibutuhkan, para penegak hukum dan penjahat mempelajari seni ini untuk bertahan hidup.

Yang menarik dalam film Alif Lam Mim digambarkan pada tahun 2036, negara dan masyarakat kebanyakan telah menganut faham liberalisme. Agama mulai ditinggalkan dan dianggap kuno, agama dianggap memicu kekerasan dan menghalangi kebebasan, bahkan ritual ibadah seperti sholat menjadi bahan olok-olok, Islam yang tadinya mayoritas menjadi minoritas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline