Lihat ke Halaman Asli

Mahendra Paripurna

Berkarya di Swasta

Puisi | Senjamu Menerkamku

Diperbarui: 6 Januari 2019   17:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com


Entah sudah ke berapa kali. Tubuhku terperosok pada senja yang sama. Senja yang mengalunkan petikan kecapi. Hadirkan cakar-cakar dari ujung cakrawala.

Senjamu yang seolah menerkamku. Dengan ingatan akan kepedihan. Dalam alunan perih melagu. Oleh bait lirik yang tak berkesudahan.

Senjamu seolah menjerangku dalam kuali. Bersama mentari yang tenggelam di ufuk barat. Saat awal dari petaka keji. Yang menipu dengan indahnya nikmat sesaat.

Rerumput nan menghijau jadi saksi. Liarnya hasrat diri. Tanganmu hanya bisa terkulai. Tak kuasa lagi menolak belai.

Setan seperti tlah jadi penguasa. Tak jua ku simpan iba. Oleh tangis dan airmata. Yang basahi pipi hingga kian merona.

Kau adalah kekasihku. Kenapa pula ku setega itu. Mencoretkan setitik noda. Yang buat kau terhimpit putus asa.

Karang-karang nan tajam. Adalah pembaringan terakhir. Saksi dari tubuhmu yang terajam. Dendammu terbawa mati oleh ulahku yang tanpa fikir.

Dan aku selalu kembali kesini. Dalam bait-bait puisi sama nan sunyi....

******

Entah sudah ke berapa kali. Tubuhku terperosok pada senja yang sama. Senja yang mengalunkan petikan kecapi. Hadirkan cakar-cakar dari ujung cakrawala.

Senjamu yang seolah menerkamku. Dengan ingatan akan kepedihan. Dalam alunan perih melagu. Oleh bait lirik yang tak berkesudahan...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline