Lihat ke Halaman Asli

Mahendra Paripurna

Berkarya di Swasta

Puisi | Aku Ingin Menjadi Koruptor

Diperbarui: 23 Desember 2018   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Dalam atap rumah berbilik bambu. Seorang bocah mengisi hari-hari bersama ibu. Beralaskan kesederhanaan. Walaupun ini hanyalah kata untuk menyembunyikan suatu kemiskinan.

Makan adalah sebuah kemewahan. Kadang terlupa bahwa mengisi perut adalah suatu kebutuhan. Entah sudah menguap kemana. Pelajaran tentang empat sehat lima sempurna.

Sang bocah sering kali bertanya. Kepada Ibu yang kerap kali tak kuasa untuk menjawabnya. Tak adakah lagi manusia di bumi ini yang peduli. Apakah sila keadilan sosial dan kemanusian yang adil dan beradab sudah benar-benar mati.

Bukankah seharusnya negara bertanggung jawab memelihara. Fakir miskin dan anak-anak terlantar yang ada. Kemana bersembunyi undang-undang tersebut. Bocah itu memandang sang ibu yang hanya bisa tersenyum kecut.

Dendam kesumat. Akan nasib buruk yang menjerat. Membuat ia yakinkan diri akan tekad yang membulat. Belajar setinggi langit agar kelak harta dan kuasa ia dapat.

Pernah sang ibu bertanya. Kelak akan menjadi apa. Akan kau bawa kemana sebuah cita-cita. Dan jawaban yang keluar dari bibirnya sungguh menggetarkan dada.

Aku ingin menjadi koruptor. Yang dapat menyaru sebagai seorang pemilik bank, anggota dewan ataupun pejabat negara. Tak peduli apakah yang kudapat adalah harta kotor. Uang rakyat yang seharusnya buat membangun bangsa.

Sang ibu menangis dan berkata. Tak takutkah akan penjara. Yang akan membuat hidupmu tersiksa. Terkungkung dalam jeruji yang buat sengsara.

Si anak tersenyum. Kesengsaraan hanyalah untuk maling kecil. Tidak untuk koruptor pencuri triliunan uang milik masyarakat umum. Penjara kan menjadi istana karna hausnya harta para manusia berotak kerdil.

Hukumlah aku dua puluh satu tahun. Maka kan kujalani sepuluh tahun disana. Karena remisi mengurangi hukumanku lambat laun. Hingga bebas bersyarat dan merdeka.

Biarlah miliaran rupiah disita. Tapi trilliunan uang telah didapat. Cukup untuk bahagiakan hidup kita. Yang bertahun-tahun terbelenggu miskin dan melarat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline