Lihat ke Halaman Asli

Mahendra Paripurna

Berkarya di Swasta

[Puisi] Nyanyian Rumput Ilalang

Diperbarui: 8 November 2018   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Aku terlahir dari tetesan hujan yang mencumbui tanah. Tumbuh dari sela-sela yang membasah. Tubuhku meliar. Jauh menembus batas luar.

Dulu,
Aku adalah saksi sejarah. Saat tubuh-tubuh kehilangan darah. Dari para pejuang dan penjajah. Yang mati karna terluka parah.

Dulu,
Aku melihat kelewang dan pedang. Bergelut dengan laras senapan. Di tengah-tengah padang. Yang berubah laksana tempat pembantaian.

Aku adalah penghias peraduan. Dari raga para pahlawan. Yang harus terkubur. Dan tak kuasa bangkit karna tertidur.

Panasnya mentari. Takkan buatku mati. Seperti semangat juang. Yang tak akan pernah hilang.

Kemarau panjang mungkin menyiksaku. Dengan teriknya yang panas membakar. Tapi itu takkan mampu. Buatku hangus bagai tembikar.

Selama tanah masih berakar. Dan sang hujan ada tuk mencium bumi. Aku akan tetap tumbuh membesar. Walau ribuan kali kau cerabuti.

Seperti jiwa juang bangsa. Yang tertanam di dalam dada. Tak lekang. Walau waktu dan rintangan menghadang.

Aku hanyalah rumput ilalang.

Yang tertular semangat dari para pejuang.

Tangerang, November 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline