Lihat ke Halaman Asli

Mahdinar

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Bullying di SMA Wira Bhakti Membuat 30 Taruni Kabur dari asrama dilihat dari sudut pandang Etika dan Filsafat Komunikasi

Diperbarui: 21 Mei 2024   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nama : Mahdinar

NIM : 23010400064

Mata Kuliah : Filsafat dan Etika Komunikasi

Dosen Pengampu: Dr. Nani Nurani Muksin, S.Sos, M.Si

Sebanyak 30 siswi baru SMA Terpadu (SMAT) Wira Bhakti Gorontalo di Kabupaten Bone Bolango, memilih kabur dari asrama usai diduga di-bully seniornya. Selain itu, para siswi tersebut juga diduga tidak tahan dengan perlakuan seniornya yang kerap menghukum dan mengambil uang jajan mereka. Para siswi tersebut meninggalkan asrama di Jalan Nani Wartabone, Desa Bubeya, Kecamatan Suwawa, Bone Bolango pada Jumat (10/5) sekitar pukul 02.00 Wita. Mereka keluar dari asrama dengan memanjat pagar.

Bullying, atau intimidasi, merupakan masalah serius yang seringkali dihadapi oleh para pelajar di berbagai institusi pendidikan. Salah satu contohnya adalah yang terjadi di SMA Wira Bhakti, di mana aksi bullying telah membuat 30 taruni memutuskan untuk kabur dari asrama mereka. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan dampak psikologis yang serius bagi para korban, tetapi juga mengundang pertanyaan filosofis dan etika komunikasi dalam konteks pendidikan.

Filsafat Bullying

Filsafat memberikan sudut pandang yang menarik untuk melihat fenomena bullying. Di antara teori-teori yang relevan adalah konsep keadilan dari filsuf abad ke-17, John Locke. Locke berpendapat bahwa setiap individu memiliki hak alami untuk hidup, kebebasan, dan kepemilikan. Dalam konteks ini, aksi bullying dapat dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak-hak ini. Ketika sekelompok pelajar menggunakan kekuatan atau dominasi mereka untuk merendahkan, menyakiti, atau mengintimidasi teman sekelas mereka, mereka melanggar prinsip-prinsip keadilan alamiah ini. Selain itu, teori etika dari filsuf Immanuel Kant juga memberikan perspektif yang berharga. Kant menekankan pentingnya memperlakukan individu sebagai tujuan dalam dirinya sendiri, bukan sebagai alat untuk mencapai tujuan lain. Dengan demikian, tindakan bullying, yang mengurangi martabat dan otonomi korban, bertentangan dengan prinsip dasar etika Kantian.

Etika Komunikasi 

Dalam konteks etika komunikasi, penting untuk mempertimbangkan bagaimana interaksi verbal dan non-verbal dapat memengaruhi individu dan hubungan antarindividu. Bullying seringkali melibatkan penggunaan kata-kata atau perilaku yang merendahkan, mengancam, atau menyakiti secara emosional. Ini tidak hanya melanggar prinsip dasar komunikasi yang menghormati keberagaman dan martabat individu, tetapi juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak nyaman bagi korban. Dalam sebuah lingkungan pendidikan, di mana pertukaran gagasan dan pengalaman seharusnya mendorong pertumbuhan intelektual dan emosional, keberadaan bullying menghambat proses tersebut. Individu yang menjadi korban bullying mungkin merasa tidak nyaman untuk berpartisipasi dalam diskusi kelas, mengekspresikan pendapat mereka, atau bahkan hadir di sekolah secara keseluruhan. Ini dapat menghambat perkembangan pribadi dan akademik mereka.

Cara Penanganan Masalah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline