Lihat ke Halaman Asli

Mahbub Setiawan

TERVERIFIKASI

Bukan siapa-siapa

Ketika Kritik Sudah Menjadi Barang Antik

Diperbarui: 28 Juli 2018   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: bhphotovideo.com

Di zaman yang serba terhubung sekarang ini, kritik sudah mulai menjadi barang mewah yang tidak semua orang bebas memilikinya. Kritik (bukan kecaman) sering dikaburkan oleh sebagian orang dengan menganggapnya sebagai cemoohan dan hasutan. Padahal tidak mesti harus diartikan demikian.

Satu waktu saya pernah menulis artikel di situs tetangga. Artikel yang berisi "sentilan halus" mengenai sikap dan perilaku tokoh yang oleh kebanyakan orang pun dianggap kurang simpatik. Alih-alih mendapat apresiasi karena mengikuti cara berpikir orang banyak, malah tulisan dicaci-maki oleh pengagumnya seolah tulisan tersebut dimaksudkan untuk menjelekkan tokoh pujaannya. Padahal tidak demikian adanya.

Menurut saya pribadi, sebuah tulisan kritis tentang sesuatu itu mutlak diperlukan. Ibarat dokter yang berusaha mendiagnosis kelainan dalam tubuh seseorang, maka kritik pun menjadi boleh-boleh saja dilakukan. Karena tanpa adanya kritik, setiap orang akan melaju kencang dengan kebenaran versi dirinya sendiri tanpa ada yang mengingatkan.

Tetapi, ternyata mengungkapkan kritik tidak semudah yang dikira. Ada beberapa sebab yang mungkin bisa jadi bahan renungan, mengapa sebuah kritik menjadi barang mewah saat sekarang ini.

Sikap Kultus Individu

Mengidolakan seseorang sebenarnya tidak salah. Sikap demikian menjadi hak siapa pun dalam bersosialisasi di tengah kehidupan. Ketika mengidolakan seorang tokoh, terutama tokoh politik, orang secara tidak sadar, akan mudah terjerembap ke dalam sikap mengkultuskan. Ini sikap yang membahayakan. Mengapa demikian? Karena kultus adalah:

Penghormatan resmi dalam agama; upacara keagamaan; ibadat; sistem kepercayaan; penghormatan secara berlebih-lebihan kepada orang, paham, atau benda; -- individu; penghormatan secara berlebihan kepada seseorang.

Demikian pengertian kultus menurut KKBI. Pengertian yang mengandung dua wilayah yang berbeda. Wilayah agama dan wilayah kemanusiaan. Kedua wilayah ini sering menimbulkan sikap yang tumpang tindih dan salah penempatan.

Selama kultus itu berada pada tataran wilayah agama, saya rasa itu tidak menjadi masalah. Karena agama memang mengharuskan pemeluknya untuk mendudukkan tokoh atau ajarannya di posisi yang disakralkan.

Tetapi ketika kultus sudah masuk ke dalam wilayah interaksi kemanusiaan, maka urusan menjadi lebih ruwet. Karena seseorang yang sudah mengkultuskan orang lain baik itu sebagai tokoh agama (di luar para nabi), tokoh politik atau tokoh dan figur apa pun, ia cenderung menutup kemungkinan-kemungkinan kesalahan yang muncul darinya.

Absolutisme kultus individu terkadang menjadi pengganti sikap rasional para pengagumnya. Tokoh itu tidak bisa salah, tokoh itu terlalu suci untuk dikritik atau dicemooh. Padahal tidak ada di dunia ini orang yang benar-benar suci dan terbebas dari kesalahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline