Lihat ke Halaman Asli

Mahbub Setiawan

TERVERIFIKASI

Bukan siapa-siapa

Roti Bakar dalam Interpretasi Manfaat Sosial

Diperbarui: 18 Juli 2018   21:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Roti bakar. Rata-rata kita pernah merasakannya. Makanan yang sering dijual di pinggir jalan pada malam hari ini, sesuatu banget. Karena ia merupakan hasil kombinasi dan reproduksi dari beberapa bahan melalui beberapa tahapan. 

Hasil dari proses itu menjadikan roti bakar tidak saja menjadi makanan dengan cita rasa asli rotinya, tetapi juga cita rasa lain yang memperkaya wujud dan rasanya.

Mirip seperti kehidupan seseorang. Pada awal kehadirannya di dunia ini, setiap orang sama sebagai "barang mentah" yang siap diolah dan diperkaya dengan berbagai cara. Teori "tabula rasa" menyatakan bahwa setiap manusia itu pada dasarnya mirip seperti kertas putih bersih yang kosong. Pengalaman dan pendidikan kemudian akan membuatnya berisi dan membentuk nilai yang melekat padanya.

Setiap manusia terlahir dalam keadaan sama. Sama-sama tidak membawa harta benda, sama-sama tidak mengetahui apa-apa. Belum pernah kita mendapati seorang bayi lahir sambil memegang rekening tabungan atau cek senilai milyaran rupiah. Atau seorang bayi lahir sambil memakai toga sebagai tanda lulus tahapan pendidikan sarjana.

Proses dan Poles

Barang kali proses peningkatan nilai manusia, mirip dengan proses mengolah bahan baku roti bakar. Ke dalam roti tersebut ditambahkan selai  coklat, kacang, keju atau stroberi untuk menciptakan wujud roti yang diinginkan pelanggan. Roti itu dibakar dan dibolak-balik untuk menciptakan perpaduan dan kematangan yang ideal sehingga mengeluarkan cita rasa baru.

Demikian juga dengan manusia. Seiring dengan berjalannya waktu, usaha dan upaya memproses dan memoles mereka pun terjadi. Lewat jalur pendidikan formal, seorang anak manusia akan dimasukkan ke SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Menjelmalah ia menjadi sosok manusia dengan beberapa kelebihan dan nilai nalar intelektual yang diperoleh semasa proses tersebut.

Proses dan poles dalam rangka meningkatkan nilai seseorang, tidak berhenti di ranah dan lingkungan pendidikan. Proses tersebut masih terus berjalan seiring dengan waktu-waktu yang dilaluinya. Lingkungan keluarga, teman bermain, lingkungan kerja dan lingkungan sosial berkontribusi dalam menambah nilai seseorang.

Sintesis dan akumulasi dari semua proses itu menjadikan seseorang sebagai pribadi yang lengkap. Sebagai individu, dia bisa menjalani kehidupannya. Sebagai anggota masyarakat dia mampu eksis di sekitarnya. Dan sebagai makhluk Tuhan, dia menyadari kewajiban dan tanggung jawab terhadap Tuhannya.

Para Pengguna

Lalu siapa "pelanggan" seseorang yang membuatnya dibentuk sedemikian rupa melalui pendidikan dan proses pengalaman lainnya? Masyarakat tentunya sebagai "pelanggan" utamanya. Masyarakatlah yang akan menjadi "pemakai" seseorang setelah melalui tahapan yang dijalaninya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline