Lihat ke Halaman Asli

Mahbub Setiawan

TERVERIFIKASI

Bukan siapa-siapa

Menghargai dan Menghormati Rumput

Diperbarui: 3 Februari 2018   12:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (sosiocritica.wordpress.com)

Aku melangkahkan kaki gontai di pinggir jalan. Menyeret tubuh lelah penuh peluh akibat beban yang memaksaku kadang mengeluh. Beban kehidupan yang tidak mungkin akan sirna selama hidup di dunia nan fana.

Mengejar waktu agar tidak ketinggalan, aku terkadang ikut berlarian bersama teman-teman. Lari menuju sekolahan tempatku menimba ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ilmu agama sampai ilmu bagaimana mencari makan.

Sesampainya di depan pintu sekolah, menyeruak keluar dari dalam perasaanku sekarung rasa lelah. Lelah akibat tenaga terkuras habis ketika keringat bercucuran basah; berjalan dan berlari dengan helaan nafas yang mendesah.

Aku menuju meja dan bangku tempatku duduk di sudut ruangan kelas yang membisu. Semua murid merogoh tas untuk mengeluarkan buku. Bersama buku tersebut, pak guru membimbing kami agar mampu menyerap ilmu.

Tiba-tiba, mataku tertuju ke ujung sepatu yang kupakai. Di sana kulihat rumput setangkai. Menggenggam sepatuku dengan kondisi lemah terkulai. Merebahkan dirinya seperti seorang putri sedang bersantai.

Ah. ternyata aku tanpa sadar telah mencabut rumput ketika berlari tadi. Rumput itu menempel di alas kaki. Sebenarnya aku tidak sengaja membawa rumput itu pergi, meninggalkan kerumunan dan jamaah tempatnya tumbuh dan jadi .

Berdosa rasanya aku melakukan itu kepadanya. Tetapi sekali lagi aku tidak mengetahui kalau kakiku telah mencabut akarnya, membuat si rumput terpisah dari tanah pijakannya.

Maafkanlah aku rumput malang. Aku telah membuatmu sakit tidak kepalang. Menjauhkan dirimu dari keluargamu tempat bersenang-senang. Memenjarakanmu di alas kakiku dan membuatmu tertendang.

Tiba-tiba pak guru menghampiriku tanpa kutahu. Mungkin dia curiga denganku karena cukup lama aku membisu dan menunduk malu. Perasaan malu yang muncul di kala aku menatap ke arah sepatuku. Sepatu tempat rumput itu terpaku.

Nak.... kenapa kamu dari tadi menunduk terus? Tanyanya kepadaku. "Tidak apa-apa Pak, saya hanya melihat rumput di sepatu saya. Tadi waktu berangkat sekolah saya berlari dan menginjaknya. Sekarang dia menempel di sepatu". Demikian jawabku terhadap pertanyaan pak guru.

"Ya sudah, sekarang kembali perhatikan ya". Pak guru menimpali jawabanku. "Ya Pak". Sahutku lirih karena masih teringat rumput di sepatuku yang masih menempel seolah tidak mau lepas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline