Lihat ke Halaman Asli

Mahawikan Akmal

Mahasiswa Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

Hardoknas 2020: Lindungi Mereka di Masa Pandemi

Diperbarui: 24 Oktober 2020   21:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tenaga medis RSPP Extention Modular Simprug Rujukan COVID-19 rayakan hari kemerdekaan Indonesia di rumah sakit (Dok. Humas RSPP) via:idntimes.com

Pertama-tama saya ingin ucapkan selamat hari dokter nasional untuk para dokter dan para calon dokter di masa depan. Dengan segala pengorbananmu, jasamu bagai pelita terhadap kemanusiaan. Apresiasi dan penghormatan setinggi-tingginya terhadap kalian para dokter yang telah berjuang menaklukkan semua tantangan dan hambatan dari awal sampai sekarang.

Perjuanganmu tidak mudah, ketatnya persaingan pendidikan dokter, sulitnya materi kuliah, sampai pahitnya uang kuliah kedokteran, semuanya harus ditelan. Tidak hanya itu, koas kedokteran yang didalamnya terdapat totalitas perjuangan pun kalian selesaikan. Mendengar cerita-cerita perjuangan waktu koas saja kadang membuat pikiran saya bergumul untuk melanjutkan cita-cita menjadi dokter. 

Saya harus tetap teguh, meneguhkan pikiran saya atas cita-cita dan misi mulia ini, untuk bergabung dalam perjuangan dan dedikasi terhadap kemanusiaan.

Dalam masa pandemi COVID-19, dedikasi mereka pun diuji sampai ke akarnya. Di Indonesia, sudah lebih dari 140 dokter meninggal akibat COVID-19 dari awal pandemi. Padahal, rasio dokter/1000 penduduk di Indonesia merupakan kedua terendah di Asia Tenggara di angka 0,4 dokter/1000 penduduk. Artinya 4 dokter memiliki beban penanganan pasien sekurang-kurangnya 10.000 penduduk (Katadata,2020). Dengan begitu, setidaknya rasio dokter yang ada di Indonesia telah berkurang lebih dari 350.ooo penduduk. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, jumlah tenaga kesehatan yang gugur akibat COVID-19 di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi.

Mereka adalah aset negara, aset masyarakat, dan aset kemanusiaan. Banyak pula di antara dokter yang meninggal adalah guru besar ilmu kedokteran dan dokter-dokter spesialis senior.

Perlu puluhan tahun untuk melahirkan dokter-dokter berbakat dan berilmu begitu tinggi. Perlu investasi triliunan rupiah untuk peran dan pendidikan mereka di bidang kesehatan.

Tidak hanya itu, para dokter yang masih menyelesaikan residensinya ikut serta dalam penanganan pandemi. Dokter-dokter muda ini adalah calon penerus guru-guru mereka. Mereka mengenyam pendidikan yang sangat stressfull, dengan jam kerja yang tidak sedikit. Sejatinya, mereka sangat rentan terhadap COVID-19. Belum lagi para mahasiswa kedokteran yang masih menyelesaikan pendidikan dokter di semester akhir. Mereka juga turut dilibatkan dalam penanganan pandemi. Bibit-bibit penerus perjuangan kemanusiaan ini harus dilindungi.

Merupakan suatu sinyal serius bagi Pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih serius dalam perlindungan mereka yang ada di garda terdepan perang melawan COVID-19. Pemerintah dapat memberikan suplemen vitamin D kepada dokter-dokter ini. Diketahui bahwa vitamin D merupakan salah satu senjata ampuh yang dapat melindungi pasien saat terinfeksi COVID-19. Tidak hanya itu, pemerintah perlu memastikan penularan terjadi seminimal mungkin agar beban tenaga medis bisa berkurang 

 Referensi

"Banyak petugas kesehatan juga menderita kelelahan fisik dan psikologis setelah berbulan-bulan bekerja di lingkungan yang sangat stres," kata Direktur WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline