Pasca invasi Jerman ke Polandia pada September 1939, PD II meletus di Eropa. Jerman hanya butuh 1 bulan untuk menaklukkan pasukan bersenjata Polandia.
Pada masa pendudukan Jerman di Polandia dan Negara Eropa lainnya, sentimen antisemitisme yang dulu hanya berkembang di Jerman meletus di semua tempat yang Nazi Jerman duduki.
Sentimen antisemitisme ini merupakan produk kebijakan petinggi Nazi untuk mendirikan Negara "ras arya murni". Bentuk rasisme yang paling tinggi ini berubah menjadi "Holocaust" pada saat Jerman berhasil menduduki sebagian besar Eropa Tengah, Timur, dan Barat pada tahun 1939-1945.
Pendudukan yang dilakukan oleh Jerman bukan hanya dilakukan oleh angkatan bersenjata Jerman pada saat itu (Wehrmacht). Pasukan khusus Nazi yang bernama Schutzstaffel (SS) mengikuti majunya Wehrmacht yang mulai merangsek ke penjuru Eropa.
Pasukan SS ini adalah pasukan paramiliter Nazi yang digerakkan langsung oleh tangan kanan Hitler, yaitu Heinrich Himmler untuk melaksanakan tujuan partai Nazi, menyebarkan paham, dan menegakkan kebijakan rasial partai Nazi.
Penduduk dari Negara-negara yang diduduki oleh pun terpaksa untuk mengikuti hukum yang telah ditetapkan oleh petinggi-petinggi Nazi seperti Goering dan Goebbels. Hukum dan kebijakan mereka sarat unsur rasisme dan pemurnian ras.
Di antaranya adalah penduduk yahudi dipisahkan dengan penduduk non-yahudi. Walaupun keduanya mendapat perlakuan semena-mena dari pendudukan pasukan SS dan Wehrmacht, kaum yahudi lah yang paling menderita.
Mereka dipisahkan dan dijejalkan di suatu komplek perumahan khusus dengan kondisi yang berdesakan dan diisolasi. Tempat ini disebut Ghetto (tempat kumuh).
Penduduk yahudi pun harus memakai lencana khusus yang menandakan mereka adalah yahudi. Lencana ini adalah barang wajib bagi para yahudi jika mereka bepergian ke luar tempat tinggal mereka. Jika tidak dipakai, maka pelaku pelanggaran ini akan ditindak dengan hukuman berat.