Lihat ke Halaman Asli

Puisi Pisank Man

Diperbarui: 19 Maret 2019   21:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

imgrum.pw/tag/PisankMan

Kalau masih bisa memilih menu makanan, itu artinya belum pernah ikut balapan makan kerupuk. Ujian hidup harus dipahami seutuhnya sebab bukan berarti hanya rejeki itu sesuatu yang tampak melainkan ada rejeki yang tidak terduga-duga. Libur sekolah hari ini diisi oleh Pisank Man dengan belajar membuat kerupuk beras kepada pamannya. Hal ini untuk mengantisipasi dibutuhkan ketrampilan khusus di masa depan. Pisank Man langsung praktek dengan mengaduk adonan kerupuk beras,

"Paman, apa adonan ini bisa jadi kerupuk?." Tanya Pisank Man.

"Bisa Nak, asal jangan dikurangi atau ditambahi takaran adonannya. Paman sudah riset kerupuk selama bertahun-tahun, jadi jangan khawatir ya." Jawab Dr Talaz.

"Kenapa membuat kerupuk beras ini tidak semudah membuat puisi ya paman?." Tanya lagi Pisank Man.

"Loh membuat puisi itu sulit nak." Sahut Dr Talaz keheranan.

"Mudah paman, aku sering membuat puisi. Setiap padanan kata itu lebih hidup jika tertulis diatas kertas. Ada ruh yang masuk saat pena menggores lembutnya serat kertas itu." Papar Pisank Man.

"BWuuhhh... bilang apa kamu ini nak, wes tunjukkan ke paman mana puisi kamu. Sini biar paman yang mengaduk adonan kerupuk berasnya." Tegas Dr Talaz dengan mengambil loyang adonan yang dibawa Pisank Man.

dokpri

Seketika Pisank Man bergegas untuk mengambil lembar demi lembar puisi yang ditulisnya.

Perkakas di desa tidaklah harus dengan barang mewah. Bisa saja seperti Pisank Man yang menulis puisinya dalam lembaran kertas yang kadang ada bercak minyak sisa bungkus jajan onde-onde.

Begitu membingungkan

Entah mengapa ada warna-warna dalam butiran embun

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline