Lihat ke Halaman Asli

Mahardy Purnama

Pecinta Sejarah

Saya Fans Brazil tapi Bahagia Messi Juara

Diperbarui: 21 Juli 2021   13:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya penggemar tim nasional Brazil sejak Piala Dunia 1998 di Prancis. Piala Dunia pertama yang saya nonton di layar televisi 14 inci. Di masa itu anak-anak SD seusia saya sangat mengidolakan Ronaldo Luiz Nazario de Lima. 

Ronaldo pertama yang saya kenal sebelum muncul Cristiano Ronaldo. Betapa bahagianya saya ketika Brazil menjuarai Copa America 1999 disusul Piala Dunia 2002 di Korea dan Jepang. Dan hati saya tersayat ketika Brazil dilibas Prancis 0-3 di final 1998 dan Jerman 1-7 di kandang sendiri tahun 2014. Begitulah perasaan seseorang pada tim yang dijagokan.

Kesukaan saya pada Brazil satu paket dengan kesukaan saya kepada pemain-pemainnya. Dulu saya pernah menjadi penggemar Inter Milan karena Ronaldo bermain di sana. 

Ketika pemain berkepala plontos itu pindah ke Real Madrid saya jadi penggemar Real Madrid. Sebenci-bencinya saya dengan Barcelona, saya senang melihat Ronaldinho mengangkat trofi si Kuping Besar tahun 2006 bersama tim berjuluk Blaugrana tersebut. Saya juga jadi pecinta AC Milan ketika Kaka bermain di sana. Dan ketika Neymar pindah ke Barcelona dari Santos, rasa benci saya pada klub Catalan tersebut jadi berkurang.

Final Copa America kemarin (11/7/2021) tentu saja saya menjagokan Brazil untuk menjadi juara. Tetapi melihat lawannya di final adalah Argentina, dari hati saya paling dalam berharap Brazil rela mengalah demi melihat seorang Lionel Messi mengangkat piala untuk negaranya.

Saya setidaknya sudah menonton empat kali timnas Argentina tampil di final dimana Messi masuk dalam skuadnya. Pertama Copa America tahun 2007 di Venezuela. Di tahun ini Messi masih berusia 20 tahun bermain dengan senior-seniornya seperti Requelme, Crespo, Zanetti, dan Veron. Meski mencapai final, Tim Tango dibantai tiga gol tanpa balas oleh Brazil di partai puncak.

Berikutnya adalah Piala Dunia 2014 di Brazil, masa ketika Messi telah menjadi pemain hebat yang memenangkan banyak gelar bergengsi bersama Barcelona maupun gelar individu. Sampai tahun itu Messi telah enam kali juara La Liga, dua Copa del Rey, lima Piala Super Spanyol, tiga Liga Champions Eropa, dua Piala Super Eropa dan dua Piala Dunia Antar Klub. Sayang, prestasi Messi bersama klub tidak menular ke timnas Argentina. Pada final yang digelar di Stadion Maracana, Rio de Janeiro itu Messi cs kalah dari Jerman melalui gol semata wayang Mario Gotze di babak perpanjangan waktu.

Tahun 2015 kembali Messi membawa Argentina di partai puncak. Kali ini di ajang Copa America yang berlangsung di Chile. Di tahun itu Messi baru saja membawa Barcelona meraih treble winner. Banyak yang memprediksi bahwa kali ini Messi akan mengangkat piala bersama negaranya. Apalagi tim yang dihadapi di final adalah Chile, tim yang belum pernah satu kalipun menjuarai Copa America. Namun, prediksi banyak orang salah. Chile justru menjadi juara setelah menang adu tos-tosan 4-1. Messi lagi-lagi gagal mengangkat trofi.

Setahun berselang, Messi kembali mencapai partai puncak untuk kali ketiga secara berturut-turut bersama Argentina. Pada Copa America 2016 ini penggemar sepakbola, termasuk saya, berharap Messi menjadi juara. 

Dengan skuat yang tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya, Argentina masih menjadi tim bertabur bintang. 

Di sana ada Aguero, Di Maria, Lavezzi, Banega, dan masih banyak lagi. Partai ulang final 2015 terjadi, Argentina kembali bertemu Chile. Bedanya, kali ini kompetisi digelar di Amerika Serikat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline