Meja makan baru dihiasi taplak bergambar bunga randu alas,
sudah seribu abad tak ada percakapan, hangatnya canda tawa.
Maka saatnya diletakkan sebuah menu makan malam---
tanpa dusta, tanpa masa lalu.
Bahan:
- Enjambemen, sintaksis, morfologi
- Anekdot, diftong, apostrof
- Kalimat majemuk bertingkat, pantun, fabel
- Hikayat sepi, konjungsi, fonologi
- Pantai Ancol, gurun pedas
Alat:
- Kamus KBBI, guru bahasa Indonesia
- Siswa M Sanantara, siswi ikan tuna
- Penggorengan senja, api biru
- Keringat malam Sabtu, tungkai nyamuk
Prosedur:
1. Bersihkan semua bahan dari sisa-sisa kenangan masa lalu, guyur dengan hujan asam folat, lalu tetesi sedikit susu kental manis agar tetap absurd tapi tidak terlalu manis.
2. Masukkan semua ke dalam penggorengan senja: tuang pantai Ancol, aduk dengan gurun pedas hingga menciptakan badai rasa yang mengkalbu dan berlabuh di dada.
3. Naikkan konsentrasi api biru. Biarkan hangus, biar jadi abu, karena puisi terlalu matang sering kali hanya jadi arang. Tapi kalau malas, ya pesan GrabFood saja---lebih pasti, lebih aman.
4. Masakan sudah matang. Hidangkan dua porsi saja, tidak lebih. Jangan larut malam, jam 8 sudah cukup.
5. Makan boleh sambil haha-hihi, boleh juga sambil huhu-haha. Kenyang boleh, tidak makan cuma nemenin juga boleh---karena di dunia ini, ada yang hanya suka menyaksikan tanpa benar-benar mencicipi.
6. Akhirnya, kenyang. Entah oleh makanan, entah oleh absurditas. Dan selamanya kita hanya bisa mengunyah kata, tanpa pernah benar-benar menelannya.
**
M Sanantara
Bgr, 02022025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI