Segala yang mengeras, akhirnya melunak.
Ayah, kalimat utuh---
subjek, predikat, objek, keterangan.
Tapi aku hanya kata sambung,
tak pernah selesai dalam jedamu.
Anak kesunyian:
Mata Ayah, hitam putih.
Tubuhku, pelangi.
Aku warna yang kau eja,
tapi tak pernah kau baca.
Ayah kesunyian:
Hitam putih adalah hukum.
Silau tak melukai,
pelangi terlalu nyala---
retinaku terbakar,
menjadi selembar abu.
Anak kesunyian:
Mataku, miliaran warna.
Tatapmu, batu.
Bagaimana aku bisa masuk
jika pintumu adalah dinding?
Ayah kesunyian:
Cahaya letih.
Aku, asing sebelum asing.
Waktu lupa menaruhku di mana.
Anak kesunyian:
Mata Ayah, lantai jatuh?
Pelangi, menguap dalam selimut malam.
Aku melayang,
tapi tak tahu apakah aku terbang
atau sekadar hanyut.
Ayah kesunyian:
Kesempatan tertutup.
Selama mungkin.
Kamu warna,
bukan warnaku.
Benar, bukan?
Mata-mata lain menutup diri,
seperti aku menutup mataku.
Anak kesunyian:
Ayah, boleh aku menjadi emosi?
Menjadi kata yang tak hanya dibaca
tapi juga diucapkan?
Pelangi di tubuhku,
sayap menjemput.
Ayah kesunyian:
Aku menunggu.
Panggungmu sudah ada.
Tarianmu akan memeluk
hitam putihku,
selama mungkin.
Pelangimu,
menatap mata Ayah, nak.