Lihat ke Halaman Asli

M Sanantara

Art Modeling

Puisi: Usus Buntu Dunia

Diperbarui: 26 Januari 2025   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dedaunan hujan. (Unsplash/Mike Kotsch via kompas.com)

Jantungku putih, segugus awan di lengkung pagi.
Irislah, irislah,
dengan tangan bergetar, mata bercelah gagak,
di lorong sempit kata-kata mengasingkan.

Merah mengalir, corak marau terkuak,
takdir bersengau dalam bungah perasaanmu---
dan kata-kata lelah itu,
jatuh ke usus buntu dunia,
mencerna air mata asin,
mencari makna tak pernah tiba.

Aku setengah hidup, setengah gugur:
daun kering di hujung musim,
luka tak lekas pecah menjadi hujan.
Asap, bayi angin tak tahu arah,
jatuh ke tanah,
melumat ironi dari ingatan kabur.

Jantungku, cokelat merah tua,
seperti tanah memeluk akar.
Hapuslah, hapuslah,
dengan tangan terkoyak malam.
Kelopak waktu merekah,
darahku mengalir ke teluk jauh,
di mana cahaya tak pernah kembali.

AI DALL-E.

**

M Sanantara
Bgr, 25012025

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline