Lihat ke Halaman Asli

Maharani Nuzuar

Law enthusiast.

Pandangan Hukum Terkait TNI-Polri yang Merangkap Jabatan Komisaris BUMN

Diperbarui: 15 Agustus 2020   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BUMN

Ditulis Oleh : Maharani Prima

Kementerian BUMN menyebutkan saat ini terdapat 22 anggota aktif dari unsur Polri atau TNI yang masuk ke jajaran komisaris di perusahaan BUMN. Kementerian BUMN juga menegaskan, kalau hal tersebut tak menyalahi aturan selama anggota TNI dan Polri tersebut memiliki kompetensi untuk menjadi komisaris di sebuah BUMN.

Jika dilihat terkait pengaturan dan dasar hukum yang berlaku di Indonesia kita dapat melihat dari beberapa sudut pandang undang – undang yang terkait, yaitu: (1).UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (2).UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), (3).UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan (4).UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang dimana memiliki pandangan yang berbeda terkait rangkap jabatan TNI-POLRI sebagai komisaris dalam perusahaan BUMN.

Pertama, jika melihat kedalam pasal 108 ayat (1) UUPT dikatakan bahwa dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan dalam sebuah perseroan, yaitu pengawasan atas suatu kebijakan, jalannya pengurusan, dan memberi nasihat dalam pengambilan keputusan kepada dewan direksi , yang mengindikasikan bahwa selagi dewan komisaris mampu memberikan pengawasan dan pengurusan yang baik dan terarah, maka dapat menjabat sebagai dewan komisaris didalam sebuah perusahaan.

Begitu pula, didalam pasal 31 UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN mengatakan bahwa komisaris bertugas mengawasi direksi dalam menjalankan kepengurusan persero , serta memberikan nasihat kepada direksi yang mengindikasikan juga bahwa selagi dewan komisaris mampu memberikan pengurusan yang baik dan berkompeten, maka dapat menjabat sebagai komisaris didalam sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sedangkan menurut pasal 28 ayat(3)  UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi “Anggota kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan diluar daripada kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”serupa dengan TNI, anggota POLRI diperbolehkan menduduki jabatan diluar kepolisian apabila ia telah mengundurkan diri atau pension dari dinas kepolisian, dari pasal ini sangat terlihat jelas adanya sebuah larangan untuk mrnduduki jabatan lain, diluar dari kepolisian dan TNI.

Kemudian, larangan bagi TNI juga terlihat jelas didalam pasal 47 ayat(1) Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, yang berbunyi “prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan, dapat disimpulkan bahwa prajurit yang statusnya masih aktif tidaklah diperbolehkan untuk menduduki jabatan sipil selain daripada lingkup TNI .

Meskipun terdapat larangan didalam Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Undang – Undang ini juga mengatur mengenai pengecualian didalamnya, yang menyatakan “prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi coordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR), Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung. Dalam pasal pengecualian inipun tidak sama sekali dikatakan bahwa TNI yang masih aktif dapat menjabat kedalam Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Dari sini dapat dilihat, bahwa sejatinya tugas daripada seorang dewan komisaris adalah untuk memberi pengawasan dan juga memberikan masukan atau saran kepada direksi, akan tetapi dengan adanya rangkap jabatan seperti yang dilakukan oleh beberapa anggota TNI dan POLRI sangat berpotensi adanya kelemahan dari segi pengawasan perusahaan dan juga dikhawatirkan dapat memengaruhi profesionalitas dari segi TNI dan POLRI komisaris rangkap jabatan tak memiliki cukup waktu mengawasi perusahaan BUMN, apalagi bagi TNI dan POLRI aktif yang menjadi komisaris.

Kesimpulannya adalah rangkap jabatan yang dilakukan oleh anggota TNI dan POLRI sudah sangat jelas menyalahi beberapa peraturan Undang-Undang yang mengaturnya seperti UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), selain hal tersebut rangkap jabatan juga sangat berpotensi melemahnya sistem pengawasan didalam sebuah perusahaan, dan juga dapat memengaruhi kinerja mereka didalam mengemban tugas sebagai abdi negara, penulis berharap adanya beberapa regulasi yang lebih jelas dan terperinci mengenai hal ini, dikarenakan adanya rangkap jabatan sangat berpotensi akan mempengaruhi profesionalitas dalam bekerja dan sejatinya juga telah dilarang oleh Undang – Undang yang mengaturnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline