Lihat ke Halaman Asli

"Idul Fitri, Bapak Polisi Panen Ya?" (Citra yang Lain)

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini merupakan salah satu pengalaman dengan bapak Polisi yang tidak terlalu menyenangkan bagi saya. Hampir setiap melakukan mudik lebaran, keluarga kami selalu berurusan dengan bapak Polisi lalu lintas. Sewaktu musim mudik beberapa tahun lalu misalnya, di daerah Jawa Barat, mobil ayah ditilang sekitar 200ribu hanya karena kaca film mobil kami diganti dan bukan lagi kaca film mobil asli dari pabrik. Menurut saya pelanggaran semacam ini sedikit aneh. Tapi sebagai warga negara yang baik, saya terima saja.

Pengalaman kurang menyenangkan selanjutnya terjadi kemarin Kamis. Saya dan keluarga sedang dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Purwokerto. Saat berada di simpang lima wates, mobil kami dihentikan oleh beberapa polisi di POS POLISI SIMPANG LIMA WATES. Setelah diparkirkan, ayah keluar dari mobil dan terlibat percakapan dengan bapak Polisi. Setelah beberapa waktu, ayah kembali ke mobil dan mengambil surat- surat kepemilikan. Kemudian ayah mengikuti bapak Polisi masuk ke Pos Jaga. Sembari menunggu ayah, saya melihat- lihat keadaan. Ternyata bukan cuma mobil saya yang diminta berhenti, tapi juga ada mobil lain dan beberapa motor. Dari jarak 5 meter, saya melihat ada salah satu polisi yang sedang melakukan transaksi dengan pengendara motor. Pengendara motor itu menyerahkan uang 60 ribu kepada bapak polisi tersebut. Polisi tsb langsung mengambil dompet di sakunya dan memasukkan uang tersebut ke dalam dompetnya.

Karena kejadian itu berlangsung cepat, saya tidak sempat mengambil gambar dengan kamera. Padahal dalam otak saya, saya ingin sekali mempublikasikan foto tsb di instagram dengan judul, "YANG PUNYA UTANG, SEGERA DIBAYAR. SEBELUM DITAGIH. HEHEHE".

Beberapa lama kemudian ayah kembali dan saya bertanya apa yang terjadi. Menurut beliau, ayah ditilang karena mobil kami melanggar marka jalan. Seharusnya saat berada di lampu lalu lintas,kami harus berada di marka yang tepat. Kalau mau lurus, harus berada di tanda marka yang lurus. Ayah saya ternyata kurang memperhatikan hal tsb dengan alasan tanda yang tidak jelas. Sebenarnya pengendara masih banyak yang tidak mematuhi aturan tersebut, Tapi Kenapa ya tidak semua ditilang? Kenapa cuma beberapa? Apa Adil? KATANYA Hukum itu Adil? Tapi kemudian kami terima saja karena memang sudah melanggar. Sesuai UU, seharusnya kami membayar 500ribu. Tapi bapak Polisi bilang cukup bayar 100ribu.

Kebetulan ada pengendara mobil dengan plat E yang juga ditilang. Pengendara itu mengatakan sesuatu pada ayah, "Wonten mriki sampun biasa pak.." (Kalau di sini sudah biasa pak). Sejujurnya saya kurang paham makna "BIASA" pada kalimatnya. kemudian ayah cuma menanggapi, "Yah, Itung- itung amal, mumpung bulan puasa."

Amal untuk siapa? Kalau untuk negara, saya sangat senang. Bisa digunakan untuk pembangunan negara. Tapi kalo masuk kantong oknum polisi? saya cuma berdoa semoga perut bapak Polisi tidak busung karena memakan uang haram.

Ketika hendak pergi saya melihat seorang polisi sedang berjalan keluar pos. Iseng, saya coba menghadapkan kamera padanya. Saya berharap kejadian uang masuk dompet tadi terulang sehingga saya bisa menghimbau teman- teman agar tidak suka berhutang. Tapi ternyata apa yang saya lakukan dari kejauhan dapat dilihat bapak Polisi tersebut. Ia langsung menghampiri mobil saya lagi dan mengeluarkan celoteh yang tidak saya dengar. Badannya tampak ideal, kepalanya botak seperti Dedy Corbuzier, Kulitnya putih, dan ia tampak muda dibanding polisi lain. Saya tidak tahu nama polisi tersebut karena ia menggunakan rompi khas polisi sehingga menutupi seragamnya. Ia menunjuk- kaca mobil untuk diturunkan.

Menurut, saya menurunkan kaca mobil. Kemudian dengan nada sedikit tinggi dan tampak khawatir, bapak Polisi itu berkata, "MBA MAU AMBIL GAMBAR?! TURUN SINI TURUN... "(Sambil menunjuk-nunjuk saya untuk turun). Karena bingung dan tidak tahu apa- apa saya cuma bertanya kenapa. Bapak Polisi itu menjawab, "DISINI GA BOLEH AMBIL GAMBAR SEENAKNYA. MINTA IZIN DULU! SINIH MBA NYA TURUN SINIH!"

Mendengar hal ini, saya cuma bisa menjabaw, "Ga jadi pak!". Bapak Polisi gundul itu lalu mengambil kacamata hitam di sakunya, tersenyum sengak, memakai kacamatanya dan berlalu pergi.

Dari sini saya bertanya- tanya. Kenapa saya tidak boleh mengambil gambar di pos polisi? Kenapa saya harus Izin? Bukankah pos polisi itu tempat umum? Siapa yang membangun pos polisi? negara. Bagaimana negara dapat membangun pos polisi? dari uang rakyat. Siapa saya? rakyat. Lalu kenapa saya tidak boleh mengambil gambar? Kenapa harus izin dulu? Kenapa wajah bapak Polisi tampak khawatir? Bukankah bapak Polisi sudah melakukan hal yang benar? saya hanya bisa bertanya- tanya sendiri.

Tak mau ambil pusing, mobil kami segera pergi meninggalkan pos polisi simpang lima wates. Namun di jalan tak jauh dari pos polisi tersebut, saya kembali melihat lagi banyak polisi sedang memberhentikan kendaraan. Tante yang juga melihat hal tersebut kemudian berceloteh, "Musim lebaran panen ya. Diterjunkan besar- besaran buat ngatur lalu lintas, malah pada nyari duit THR."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline