[caption id="attachment_95504" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (logo.pamali.com)"][/caption] Purwokerto, 4 Maret 2010 lalu, adik saya mengalami kecelakaan lalu lintas. Karena lukanya yang begitu parah, keluarga kami membawanya ke sebuah Rumah Sakit terbaik di kota kami. Namun pengalaman adik saya di IGD RS tersebut benar- benar tidak bisa dilupakan. Karena perkataan seorang dokter di sana yang menurut saya begitu merendahkan. Luka parah yag dialami adik saya (Pecahnya pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan) tidak kunjung diatasi oleh seorang dokter spesialis dari RS tersebut. Menurut beberapa pegawai, para dokter spesialis tersebut sedang melakukan operasi dan ada pula yang sedang berada di luar kota. Hingga pada akhirnya, keluarga kami memutuskan untuk membawa adik saya berobat ke Rumah Sakit ternama lain di luar kota. Setelah siuman, adik saya menuturkan beberapa cerita pengalaman selama ia di tangani di IGD RS sebelumnya. Ketika dia sedang merintih kesakitan, datanglah seorang dokter yang hendak memeriksanya. Belum sempat dokter itu memegang luka adik saya, dia tiba-tiba dokter itu bertanya, "Nanti bayarnya mau pake Askes atau ******* (Semacam kartu untuk keluarga miskin agar dapat mendapatkan pelayanan kesehatan secra gratis)". Tentu saja adik saya terkejut mendengar pertanyaan dari dokter tersebut. Kemudian salah satu perawat berkata, "Ini anaknya salah satu pegawai RS dok." mendengar jawaban sang perawat dokter itupun baru memeriksa kondisi adik saya. Setelah adik saya berangsur membaik, ia berniat untuk tidak berobat pada dokter tersebut lagi. Ia beranggapan dokter semacam ini tidak profesional. Memandang pasiennya hanya dari segi materi. Pengalaman adik saya di atas, membuat saya berimajinasi. Apa yang akan terjadi bila waktu itu keluarga kami adalah keluarga miskin? apakah dokter itu akan berlalu pergi dan menyerahkannya kepada dokter lain. Menurut saya, sangat tidak pantas seorang dokter mengucapkan kata-kata seperti itu pada pasiennya yang butuh bantuan. sayapun berpendapat, apakah seorang dokter benar- benar memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, tulus ikhlas membantu sesama, atau hanya dijadikan sebuah profesi prestige untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah saja? Semoga kisah ini mampu membuka mata dokter-dokter lain, terutama calon-calon dokter. Tidak pantas seorang dokter membeda-bedakan pasien miskin dan pasien kaya. Bekerjalah secara profesional dengan hati tulus ikhlas. Saya sempat kagum dengan potret salah seorang dokter di Bali yang mengabdikan hidupnya untuk masyarakat. Ia tidak pernah meminta bayaran tinggi pada pasien miskin, karena sejak awal misi utamanya menjadi seorang dokter adalah agar dapat membantu sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H