Bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Namun beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai oleh masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006). Olweus (1993) dalam Pikiran Rakyat, 5 Juli 2007 menulis bahwa bullying merupakan perilaku yang ditujukan untuk melukai siswa lain secara terus-menerus dan tanpa sebab.
Bullying bisa memiliki dampak yang berbahaya pada perkembangan Anak-anak. Namun sebuah penelitian terakhir mengungkapkan pengaruh negatif bahkan bisa terbawa hingga dewasa pada saat si anak memasuki dunia kerja. Namun hal ini tergantung bagaimana kemampuan korban mengatasi trauma yang dialaminya. Banyak penelitian telah mendokumentasi kan tingkat serangan kecemasan yang tinggi dan kepanikan di antara korban bullying, dan pengalaman tersebut semakin bersangkut paut dengan kesehatan mental dan masalah perilaku di kemudian hari. Tampilan terbaru dari budaya bullying mengungkapkan dampaknya pada segala hal mulai dari urusan kerja sampai kepada hubungan sosial. Para peneliti menemukan bahwa orang yang ditindas 2 kali lebih mungkin mengalami kesulitan mempertahankan pekerjaan dan juga kesulitan menjaga hubungan sosial yang bermakna, dibanding mereka yang tidak mengalami bullying. Korban yang pernah dibully juga dilaporkan mengalami kesulitan menjaga persahabatan jangka panjang dan hubungan baik dengan orangtua mereka. Kelompok yang mengaku memiliki masalah dengan pekerjaan dan hubungan sosial yakni korban bully. Bahkan penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa mereka yang ditindas saat kanak-kanak dapat menjadi pem-bully diri sendiri, yang merupakan bawaan psikologis bullying meliputi kurangnya kontrol emosional atau mekanisme coping (mengatasi) yang sehat dan dapat meneruskan perilaku yang berbahaya. Korban bully memiliki penyakit serius tingkat tertinggi dan perilaku tidak sehat seperti merokok dan lain sebagainya. Menurut para ahli, akibat efek berkepanjangan dari bullying, maka penting untuk tidak hanya mencegah, tetapi membantu korban untuk mengembangkan kepribadiannya. Pola berkomunikasi dan hubungan orangtua dengan anak-anak di rumah misalnya, dapat menjadi sangat penting untuk meminimal akibat bullying berkepanjangan yang dialami, dan menangani kasus bullying sejak dini juga dapat membatasi kerusakan psikologis yang mendalam, seperti menahan rasa malu dan membenci diri sendiri secara berkepanjangan, menyembuhkan diri dari rasa sakit emosional yang berat, merasa tidak dihargai, diterima dan dicintai. orangtua dalam melindungi anak-anaknya dari kejahatan bullying berikut upaya pencegehannya sangat diperlukan. Orangtua harus berupaya sekuat mungkin membesarkan anak-anaknya dengan perilaku kemandirian, keberanian, rasa percaya diri serta sejumlah faktor lain yang mendukung pertumbuhan jiwa mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H