Lihat ke Halaman Asli

[ECR#5] Antrian Itu Masih Panjang

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sumber gambar

"Huuu....Huuuu...." Ranti sesenggukan di pelukan Mahar.

"Sudah lah Ranti... gak baik nangis begitu hanya karena kekasih yang berpaling cinta."

"Kamu bisa ngomong karena tak merasakan sakitnya dikhianati ! Huuu...huuuu..."

Mahar tak mampu menjawab. Tak ada gunanya adu pendapat dengan gadis yang tengah dirundung duka ini. Tak mungkin juga Mahar mengungkapkan apa yang sebenarnya ia rasakan. Akan menambah masalah baru yang lebih rumit, pikirnya.

*****

"Kejam... hiks..hiks.. sungguh kejam dia Mahaaaarrr...." Aya menangis tertahan. Aya memang dikenal sebagai gadis yang tak banyak bicara. Wajar saja jika tangisnya pun hanya berupa isak yang tertahan.

"Aya yang sabar ya... ditolak olehnya bukan berarti dunia kiamat kok. Tuh masih ada Bocing dengan dunia gelapnya.." Mahar menasehati Aya dengan lugu.

"Mahaaaaaaaaaaaaaarrrr....!!!! pengen di bikinin jus cabe rawit ya???!!!" jeritan Aya cukup membuat Mahar lari pontang-panting. Menjauh adalah jurus paling aman.

*****

"Hey perempuan2 Rangkaaaaaaaaaaaattt...!!! Jangan coba-coba dekati 'dia' ya. Kalau masih pengen menghirup udara desa, sebaiknya kalian tidak over acting di depan kantor desa. Kalau bandel juga, jangan menyesal jika tiba-tiba ada kelom mampir di jidat lu pade!!" teriakan Jingga melalui microphone berkekuatan 5000 watt membahana di berkeliling desa dengan mobil pick-up sambil menunjuk ke arah foto ukuran poster. Sungguh bikin Mahar merinding. Dasar Edaaaaaaaannn!!!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline